Friday, February 1, 2013

bahan kuliah MARIOLOGI

BAHAN KULIAH MARIOLOGI
PRODI TEOLOGI STKIP ST. PAULUS RUTENG
OLEH PINO JEBARUS, S. FIL
NIDN: 0809068002

PENGANTAR


            Berbicara mengenai Maria berarti berbicara mengenai Gereja. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat karena sama-sama memiliki panggilan yang mendasar, yaitu panggilan keibuan. Maria adalah tipos Gereja (citra Gereja) terutama dalam hal kasih, iman dan persatuannya dengan Yesus Kristus. Dalam ketaatan dan imannya, Maria menerima tawaran Allah untuk melahirkan Kristus yang adalah kepada Gereja. Dalam konteks yang sama, Gereja pun secara terus-menerus akan melahirkan anggota-anggota Kristus melalui pewartaan dan permandian.
Konstitusi Lumen Gentium bab VIII berbicara secara khusus tentang Maria, di mana Maria ditempatkan secara prinsipil sebagai anggota gereja, namun memiliki peranan dalam karya penyelamatan.[1] Karena itu, orang kristiani diajak untuk mengakui keunggulan bunda Maria dan didorong untuk mencintai serta meneladani keutamaan-keutamaannya.
Maria memiliki peranan besar dalam sejarah keselamatan umat manusia. Peran fundamental Maria dalam inkarnasi adalah sebagai bunda Allah (divine maternity). Allah, di dalam inkarnasi, bekerja sama dengan Maria dan Maria tetap melibatkan dirinya secara total dalam karya penyelamatan selanjutnya, yaitu dengan melahirkan kembali umat manusia agar umat manusia semakin serupa dengan Kristus.
Maria disebut ”Bunda Allah” dan ”Perawan”. Kedua sebutan ini saling berhubungan satu sama lain, yaitu mengacu kepada keluhuran Yesus sebagai Putra Allah dan kesucian Maria, di mana Maria bebas dari segala dosa dan karena itu ia juga bebas dari kehancuran maut.
            Dogma Maria sebagai ”Bunda Allah” sudah dinyatakan sejak Konsili Efesus (431), dan dogma tentang ”keperawanan” Maria sudah dinyatakan sejak abad ke-3 yang kemudian mulai digunakan dalam syahadat dan secara khusus ditegaskan oleh Konsili Konstantinopel II (553).[2]
            Maria adalah ”Bunda Allah” karena peranannya yang sangat fundamental. Peran fundamental Maria dalam inkarnasi adalah sebagai bunda Allah (divine maternity). Allah, di dalam inkarnasi, bekerja sama dengan Maria dan Maria tetap melibatkan dirinya secara total dalam karya penyelamatan selanjutnya, yaitu dengan melahirkan kembali umat manusia agar umat manusia semakin serupa dengan Kristus. Peran Maria dalam inkarnasi merupakan dasar atau landasan bagi perannya dalam kehidupan gereja. Karena itu, peran Maria dalam kehidupan gereja saat ini adalah sebagai ibu (spiritual maternity) dan sebagai teladan bagi umat, sehingga umat beriman semakin bersatu dan serupa dengan Kristus. Karena itu, gereja juga sepatutnya memaknai perannya dalam kehidupan iman, yaitu sebagai ibu dan sebagai teladan bagi umat. Peran gereja sebagai ”ibu” dan sebagai ”teladan”, antara lain : [3]
  1. Berkarya demi kesejahteraan bersama. Peran ini berlandaskan pada prinsip solidaritas. Gereja menjadi ”ibu” yang berjuang demi kebahagiaan umatnya, dan berperan aktif (actuosa participatio) sebagai penginisiatif dalam segala bentuk kehidupan iman umat.
  2. Menjadi penolong bagi seluruh umat. Peran ini berlandaskan pada prinsip subsidiaritas. Menurut maknanya, setiap usaha manusia bersifat subsidier, artinya usaha-usaha itu harus senantiasa ditolong, dan bukan dimusnahkan. Gereja berperan membantu umatnya dalam mencapai segala usahanya. Gereja membantu dunia, dan sebaliknya menerima banyak dari dunia. Gereja menjadi sacramentum mundi atau sakramen bagi dunia (Gaudium et Spes 45).[4]
  3. Memiliki opsi keterlibatan dan keberpihakan kepada kaum lemah. Peran ini berlandaskan pada prinsip optio praeferentialis pro pauperibus. Prinsip ini mengacu kepada fokus utama keprihatinan Gereja dan keterlibatan sosial Gereja pada permasalahan sosial umat manusia, dengan sikap yang tegas memihak kaum miskin dan kaum lemah.
Ketiga peran gereja yang dimaknai dengan mengacu pada peran Bunda Maria dalam karya keselamatan ini adalah tuntutan mutlak bagi gereja zaman ini, yaitu untuk mengaplikasikan peran Maria sebagai ”ibu” dan sebagai ”teladan” dalam dan demi kehidupan iman umat.
            Selain itu, Bunda Maria juga disebut ”Perawan”. Keperawanan ini tidak langsung berhubungan dengan panggilannya sebagai Bunda Allah, tetapi dengan imannya, di mana karena iman dan ketaatannya Maria menerima warta malaikat, menyerahkan diri sepenuhnya kepada penyelenggaraan ilahi, dan melahirkan Putra Allah. Iman Maria akan karya Allah membuat Maria menjadi suci secara total. Keperawanan Maria menyatakan bahwa Yesus bukanlah manusia biasa. Maria menjadi teladan iman, dasar pengharapan, dan sumber cinta bagi gereja.[5] Karena itu, sebagai sacramentum mundi, Gereja juga harus memaknai peran Maria tersebut di dalam membangun dunia. Peran gereja pun harus menjadi teladan iman, dasar pengharapan, dan sumber cinta bagi dunia. Peran gereja itu, antara lain :
  1. Menjawabi dan melaksanakan panggilannya sebagai ”ibu” dan sebagai ”teladan” dalam ketaatan dan penyerahan diri secara total kepada Allah, dan bukan demi kepentingan gereja itu sendiri sebagai sebuah istituasi duniawi.
  2. Menjadi tumpuan harapan bagi seluruh umat manusia yang menjadi sarana dan tanda penyucian dunia
  3. Mengupayakan kedamaian bagi dunia dengan mewartakan cinta kasih, sehingga gereja pun hadir sebagai sarana penyelamatan yang melahirkan manusia baru menjadi anak-anak Allah.





















I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang Munculnya Mariologi

  • Di antara tokoh-tokoh biblis, Maria adalah figure yang paling banyak mendapat perhatian Gereja. Meskipun demikian, Gereja tidak pernah menghormatinya sebagai pribadi yang terisolasi dari Yesus Kristus. Maria selalu dalam relasi dengan realisasi kehendak dan rencana penyelamatan Allah dan oleh Yesus Kristus. [6]
  • Ketika teologi membuat refleksi dan berbicara tentang Yesus Kristus, Maria pasti mendapat perhatian juga karena ia dilibatkan Allah dalam inkarnasi Putera Allah demi keselamatan manusia. Selain itu, ketika teologi berbicara tentang Gereja, posisi bunda Maria sebagai anggota Gereja pasti mendapat cukup perhatian. Maria adalah seorang manusia yang secara utuh menerima penyelamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Maria dilihat sebagai model dari seluruh umat beriman.
  • Maria mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Yesus Kristus dan dengan Gereja. Maria tidak pernah dapat dipisahkan dari Kristus dan dari GerejaNya.
  • Dalam kehidupan Gereja, peranan Maria sudah menjadi pengalaman rohani yang melekat dalam hati umat beriman. Munculnya praktek devosional kepada Maria diyakini berakar pada pengalaman rohani umat akan peranan Maria dalam tata karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus. Karena keistimewaan Maria dalam karya penyelematan Allah dalam Yesus Kristus dan dalam kehidupan umat kepada Kristus maka Gereja memandang perlu untuk mengembangkan ajaran resmi tentang Maria agar pemahaman dan kegiatan devosional umat mendapat tempat dan porsi yang pantas sehingga per Mariam ad Jesum atau melalui Maria kepada Yesus.
  • Refleksi tentang Maria berkembang dalam praktek-praktek devosional umat Kristen kepada Maria. Gereja menyadari bahwa ada bahaya minimalisme (menempatkan Maria secara berlebih-lebihan) dan maksimalisme (menyepelekan peranan Maria) pemikiran, pandangan dan devosi kepada Maria yang bisa mengakibatkan merosotnya penghayatan iman yang benar kepada Kristus. Karena itu, diperlukan pembahasan yang sistematis tentang Maria. Untuk itulah, lahirlah apa yang disebut sebagai Mariologi.
  • Mariologi merupakan salah satu cabang teologi yang selalu didasarkan pada pijakan utama teologi yaitu kristologi.[7] Pembicaraan tentang Maria selalu dalam konteks kristologis. Artinya, kita dapat berbicara secara rasionabel tentang Maria dalam upaya iman untuk memahami identitas Putera Allah yang menjadi manusia, tentang kondisi kemanusiaanNya, tentang situasiNya dalam sejarah umat manusia. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa kedudukan dan peran Maria tidak sama dengan kedudukan dan peran Yesus Kristus.
  • Jadi, mariologi didefinisikan sebagai cabang ilmu teologi yang merefleksikan Maria, Bunda Yesus (kedudukan dan perannya) dalam tata karya penyelamatan Allah yang terlaksana dan dilakukan oleh Yesus Kristus.


1.2    Persoalan sekitar Mariologi

            Ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan Mariologi. Persoalan-persoalan itu adalah :

  • Tempat mariologi dalam keseluruhan teologi. Persoalannya adalah apakah mariologi dapat disejajarkan dengan kristologi dan eklesiologi ? Kitab suci perjanjian baru tidak banyak berbicara tentang Maria. Karena itu, suatu mariologi sulit ditemukan dasarnya. Justru terdapat banyak tokoh lain yang banyak disebutkan dalam Kitab Suci daripada Maria, seperti Petrus dan Paulus. Mengapa tidak petrologi atau paoologi ?
  • Keperawanan Maria yang hingga kini masih menjadi bahan diskusi, perdebatan dan dipermasalahkan. Persoalan ini menghantar orang kepada pertanyaan tentang inkarnasi yaitu tentang identitas Yesus sebagai manusia. Misalnya, kalau Maria tetap perawan dalam arti fisik-biologis ketika melahirkan Yesus maka persoalannya bagaimana kita dapat menjelaskan identitas kemanusiaan Yesus karena realitas itu melawan hukum biologis-manusiawi.
  • Persoalan maksimalisme dan minimalisme Marial. Ini merupakan dua ekstrim terhadap devosi kepada Maria. Maksimalisme dapat mensejajarkan Maria dengan Yesus Kristus. Sedangkan minimalisme menyepelekan peranan Maria dalam karya penyelamatan Allah dan dalam Gereja. Maria dianggap sebagai manusia biasa, sama seperti yang lainnya, tidak ada yang istimewa yang dilakukan Allah pada diri Maria. Maka, penjelmaan Allah menjadi manusia adalah karya Allah semata tanpa ada kerjasama dengan manusia.
  • Penampakan Maria. Persoalan ini bisa saja menimbulkan skandal iman bila yang terjadi Cuma kebohongan.

1.3    Metode Mariologi

  • Kitab suci menyebut Maria sebagai “yang penuh rahmat” sehingga muncul berbagai gelar dan sebutan untuk Maria dalam Gereja.
  • Berdasarkan peran istimewa Maria karena pilihan Allah dan pengalaman Gereja tentang peran yang dilakukan oleh Maria dalam kehidupannya maka ada alasan bagi Gereja untuk mengembangkan suatu mariologi, suatu refleksi teologis tentang Maria.
  • Sebagaimana semua ilmu memiliki metode pendekatan maka demikian pula dalam mariologi di mana digunakan metode deduksi. Artinya, berdasarkan ajaran atau doktrin umum ditarik secara logis kesimpulan-kesimpulan khusus. Misalnya, dari doktrin tentang Maria dikandung tanpa noda dosa dapat ditarik konsekuensi atau kesimpulan logis bahwa Maria tidak dapat mati karena kematian hanya merupakan akibat dosa.
  • Metode pembahasan mariologi mengandaikan adanya sikap iman dan sikap terbuka terhadap wahyu Allah.
  • Dewasa ini, para teolog lebih banyak menggunakan metode histori-kronologis. Metode ini biasanya berusaha melihat bagaimana misteri Maria dijelaskan, diimani dan dihayati dari masa ke masa, mulai dari kesaksian Kitab Suci, Gereja purba sampai zaman sekarang. Dengan memahami apa yang terjadi dan dihayati dalam sejarah perjalanan iman dalam Gereja maka kita dapat menemukan iman yang sejati kepada Allah yang sudah dan sedang mengerjakan keselamatan dalam diri Yesus Kristus dan terdapatlah pemahaman yang benar terhadap kedudukan dan peranan Maria dalam karya keselamatan Allah itu.











































II
MARIA DALAM KITAB SUCI

2.1    MARIA DALAM PERJANJIAN LAMA

  • KSPL tidak secara eksplisit dan sangat sedikit berbicara tentang Maria.
  • Dalam teks-teks KSPL, disebutkan beberapa kata seperti “perempuan, dara muda, anak perawan dan puteri Sion”.
  • Tetapi, apakah sebutan ini dimaksudkan untuk Maria? Apakah ada ramalan atau pernyataan dalam teks-teks PL mengenai Maria ?

2.1.1        Perempuan dan Keturunannya (Kejadian 3 : 15)

  • Isi Kej 3 : 15 “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."
  • Menurut Tradisi, kata-kata ini adalah pernyataan “Khabar Gembira Pertama” atau protoinjil mengenai Kristus dan Ibu-Nya atau wanita dan keturunannya.
  • Meski banyak diskusi tetapi teks ini penting, bukan saja untuk ajaran tentang Maria sebagai Eva kedua (paralelisme antara Eva dan Maria) melainkan juga sebagai dasar untuk ajaran perkandungan secara perawan atau immaculate conception.
  • Tafsiran :
Ø  Kata keturunan menunjuk kepada seorang individu.
Ø  Jika berdasarkan konteks actual pada waktu itu, maka yang dimaksudkan dengan keturunannya adalah keturunan Eva. Dan secara literer kata perempuan berarti menunjuk kepada Eva sebab tidak ada perempuan lain yang secara eksplisit disebutkan dalam teks ini selain Eva.
Ø  Dalam septuaginta (terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Yunani) tidak dipakai kata auto (jenis neutrum) ada it (bing) tetapi dipakai kata autos (jenis maskulin) atau he (bing).
Ø  Kata autos atau he berkonotasi mesianis.
Ø  Para teolog dewasa ini sepakat bahwa yang dimaksudkan dengan kata keturunan adalah Mesia, Kristus. Dan dengan demikian, yang dimaksudkan dengan perempuan itu adalah ibu-Nya, yaitu Maria.
Ø  Sedangkan dalam vulgate (kitab suci terjemahan latin), kata-kata “dia akan meremukan kepalamu” menggunakan kata SHE. Terjemahan ini memberikan penafsiran bahwa ada dua perempuan yang dimaksudkan teks itu yaitu Eva dan Maria.
Ø  Secara literature, perempuan yang dimaksud adalah Eva karena hanya Eva yang disebutkan dalam teks tersebut sebagai lawan dari ular. Akan tetapi, jika ditafsir lebih jauh maka penafsiran akan menjadi lain. Tafsirannya adalah sebagai berikut :
ü  Kata-kata dalam Kej 3 : 15 diucapkan setelah kejatuhan manusia Eva. Dalam hal ini, perempuan Eva telah dikalahkan oleh ular penggoda dan Eva tidak mampu mengalahkan (meremukan kepala) ular.
ü  Jika bukan Eva, maka harus ada perempuan lain yang akan mengalahkan ular itu.
  • Berdasarkan tafsiran di atas dapat dikatakan dijelaskan bahwa autos atau he akan menghancurkan ular, lambang setan dan semua oposan Allah. Autos atau he itu adalah Mesias, Yesus Kristus.
  • Teks ini bernuansa profetis dan mesianis-eskatologis. Konsekuensinya adalah bahwa keturunan dari perempuan yang dimaksud itu adalah Kristus dan karena itu perempuan itu tidak lain adalah ibu-Nya yaitu Maria.

2.1.2        Perempuan Muda mengandung dan melahirkan Immanuel (Yesaya 7 : 14)

  • Teks ini merupakan ramalan profetis berupa sebuah tanda.
  • Ramalan profetis nabi Yesaya ini terjadi dalam situasi sulit yang sedang dialami Israel di mana pada saat itu terjadi peperangan antara suku Siro-Efraim melawan Yehuda (bdk. Yes 7 : 1-9; 2 Raj 16 : 5-20).
  • Yahwe mengutus nabi Yesaya untuk memperingatkan dan meyakinkan raja Ahaz akan perlindungan dan pendampingan ilahi. Namun, raja Ahaz menolak peringatan Yahwe ini (tidak mendengarkan nabi). Raja melakukan kehendaknya sendiri yaitu meminta bantuan Siria. Meskipun demikian, Yahwe yang tetap setia terhadap janjiNya mengutus nabi Yesaya memperingatkan raja untuk meminta suatu tanda dari Allah. Karena raja menolak, Yesaya menegaskan bahwa Yahwe sendiri akan memberikan suatu tanda : “Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Immanuel” (Yes 7 : 14).
  • Penjelasan Teks :
Ø  Kata perempuan muda dalam bahasa Ibrani disebut almah. Kata ini tidak dapat diidentikan dengan kata perawan (virgin) tetapi lebih berarti perempuan muda atau young girl entah perawan atau tidak perawan. Namun, meski tidak identik dengan kata perawan tetapi dalam teks ini kata almah dapat diartikan dengan perawan.
Ø  Septuaginta menterjemahkan kata almah dengan parthenos atau perawan. Arti ini mendapat peneguhan dari Matius (bdk. Mat 1 : 22-23) .
Ø  Berdasarkan peneguhan dari Matius maka dapat dijelaskan bahwa Matius juga mengindikasikan adanya perkandungan secara perawan.
Ø  Selain Matius, Lukas juga menegaskan yang sama. Dalam Lukas 1 : 26-31 ditegaskan bahwa: “malaikat dikirim Allah kepada seorang perawan. Ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamainya Yesus”.
Ø  Karena itu, meskipun teks Yesaya 7 : 14 tidak secara eksplisit menyatakan tentang seorang perawan yang melahirkan Imanuel tetapi tidak tertutup kemungkinan penafsiran bahwa ibu Immanuel adalah seorang perawan.
Ø  Teks Yesaya itu dapat ditafsir secara ganda. Pertama, secara literer teks itu dapat menunjuk kepada kelahiran Hezekiah, putera Ahaz (Yes 7 : 14-15; 8 :5-8) yang akan menjamin keberlangsungan keturuan Daud yang darinya akan muncul seorang penyelamat. Kedua, teks ini menunjuk kepada suatu peristiwa yang luar biasa yang nyata dalam kata “suatu tanda” yaitu ramalan kedatangan Mesias dan ibunya.


2.1.3        Kelahiran di Betlehem (Mikha 5 : 1 – 2)

  • Peringatan Yesaya pada tahun 735 SM akan bahaya keterlibatan Suria di Israel menjadi kenyataan pada 701. Tentara Siria yang semula diminta raja Ahaz untuk melindungi Yerusalem dari serangan musuh justru berbalik menghancurkan Yerusalem. Kehancuran Yerusalem dilukiskan dalam Yesaya 37 :36ss.
  • Dalam kehancuran dan keterpurukan bangsa Israel, nabi Mikha muncul membangkitkan keberanian dan harapan bangsanya dengan menubuatkan masa depan yang jaya yaitu kedatangan Mesias dari keturunan Daud yang akan memulihkan kembali kejayaan kerajaan Daud. “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan; lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel (Mik 5 : 1-2).
  • Penafsiran Teks :
Ø  Dalam teks itu tidak ada uraian lebih lanjut tentang perempuan yang melahirkan tersebut. Tetapi perempuan yang akan melahirkan dalam teks ini secara umum dihubungkan dengan apa yang diramalkan nabi Yesaya mengenai almah.
Ø  Berdasarkan teks ini maka sangat mungkin jika nabi Mikha meramalkan kedatangan seorang pribadi yaitu suku Efraim-Betlehem, yang darinya akan muncul seorang Mesias.
Ø  Ada kemungkinan nabi Mikha memikirkan ibu Yesus yang adalah seorang perawan yagn melahirkan Mesias secara istimewa.

2.1.4        Puteri Sion dan Kelahiran Israel Baru

  • Yerusalem dan Sion merupakan kota yang sangat penting artinya dalam simbolisasi religius Yahudi.
Ø  Sion adalah tempat yang dipilih Allah karena di sana hidup nama Allah (bdk. 1 Raj 11 : 13; 2 Raj 24 : 3; 23 : 27; Mzm 48).
ü  1 Raj 11 : 13 “Namun demikian, kerajaan itu tidak seluruhnya akan Kukoyakkan dari padanya, satu suku akan Kuberikan kepada anakmu oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem yang telah Kupilih."
ü  2 Raj 24 : 3 : “Sungguh, hal itu terjadi kepada Yehuda sesuai dengan titah TUHAN untuk menjauhkan mereka dari hadapan-Nya oleh karena dosa-dosa Manasye, setimpal dengan segala yang dilakukannya”.
ü  2 Raj 23: 27 : “Lalu berfirmanlah TUHAN: "Juga orang Yehuda akan Kujauhkan dari hadapan-Ku seperti Aku menjauhkan orang Israel, dan Aku akan membuang kota yang Kupilih ini, yakni Yerusalem, dan rumah ini, walaupun Aku telah berfirman tentangnya: Nama-Ku akan tinggal di sana!"
Ø  Sion juga merupakan simbol Perempuan. Yesaya 54 : 1-3 dan Kis 21 : 4-5 menjelaskan simbol wanita dengan bermacam-macam peranan wanita seperi istri, ibu, janda, wanita mandul dan puteri.
Ø  Sion seperti isteri merupakan ungkapan yang menunjukkan aspek kebebasan, kreativitas dan sesuatu yang sifatnya pribadi. Yahwe mencintai Sion sedemikian rupa sama seperti pengantin pria mencintai isterinya walaupun kadangkala Sion, sang isteri, tidak setia kepadaNya (bdk Yes 54 : 5-8; 62 : 3-5).
Ø  Jika Sion menjadi kota isteri maka ia juga menjadi kota ibu, metropoli. Seorang sejarahwan, Filo, mengatakan bahwa orang Yahudi di diaspora selalu menganggap kota suci sebagai kota ibu mereka sebab kota suci muncul sebagai ibu yang mengumpulkan, memelihara dan membesarkan anak-anaknya. Sion menjadi kandungan ibu yang darinya lahir manusia, tempat yang damai, aman, penuh perhatian serta berkecukupan makanan dan minuman. Sama seperti ibu memperhatikan anak-anaknya, demikian pula Sion akan melindungi dan memperhatikan anak-anaknya yang percaya. Gagasan ini menjadi dasar ajaran eklesiologis Bapa-Bapa Gereja yang melihat Gereja sebagai ibu atau ecclesia mater (Gal 4 : 27ss) serta menjadi dasar Mariologi (Luk 1-2) di mana Maria menjadi ikon hidup yang melahirkan Kristus.
Ø  Selain itu, Sion juga melambangkan seorang wanita mandul. Sion ternyata mengalami banyak tantangan dan saat-saat gelap. Seperti Sara, Sion juga sering menjadi kandungan yang kering, tidak subur. Tetapi, dengan kekuatan Allah, kemandulan itu diubah menjadi tanda kehidupan, sumber hidup (Yes 11 : 1-2).
Ø  Sion juga sering muncul sebagai janda yang kesedihannya meratapi anak-anaknya (Lamekh 1 :-2).

Ø  Yerusalem adalah kota Immanuel, Tuhan berada di tengahnya, Yahwe ada di sana. Yerusalem menjadi tempat mistik di mana yang Ilahi bertemu dengan yang duniawi, surga bertemu dengan dunia, Yerusalem surgawi dan Yerusalem duniawi.

  • Ungkapan Puteri Sion atau Perawan Puteri Sion (Lamekh 2 : 13) mengungkapkan bahwa Sion adalah gadis muda yang dicintai Allah. Lawan dari Puteri Sion adalah puteri Babilonia, simbol kekerasan, penindasan dan kejahatan (bdk Yes 7; Mzm 137 : 8).
  • Pada mulanya, Puteri Sion adalah nama daerah sebelah utara Yerusalem yang tidak dihancurkan musuh. Kemudian Puteri Sion menjadi simbol dari sisa kecil bangsa Israel yang setia. Kesetiaan sisa Israel inilah yang memberikan harapan baru akan keselamatan yang dijanjikan Yahwe. Dengan penderitaannya dan oleh sakit bersalin, Puteri Sion akan membebaskan seluruh bangsa manusia (Mik 1 :13; 4 :9-10; Zak 9 : 9; Yoel 2 : 21-27).
  • Penafsiran
Ø  Gambaran biblis tentang Puteri Sion terpenuhi dalam diri Maria. Maria adalah puteri yang bekerjasama langsung dengan Allah dan merealisasikan janji dan harapan Mesianis. Maria melahirkan Mesias di Betlehem, suatu kelahiran yang membawa kegembiraan.
Ø  Tetapi masih ada kelahiran lain yang menyedihkan, yaitu kelahiran di Kalvari di mana dilahirkan bangsa manusia yang baru, yang diselamatkan oleh Yesus Kristus (Yoh 16:21; 19 : 25-27).
Ø  Maria, Puteri Sion turut melahirkan Gereja, kumpulan bangsa manusia baru yang percaya kepada Yesus Kristus.
2.1.5        Simbol-Simbol Maria

  • Perjanjian Lama tidak secara eksplisit berbicara tentang Maria. Namun, ada petunjuk bahwa ada teks-teks yang berbicara tentang Maria melalui symbol-simbol.
  • Kej. 3 : 2 “Semak duri yang menyala tetapi tidak terbakar”, merupakan symbol untuk Maria yang mengandung dan melahirkan Yesus Kristus, Mesias tanpa kehilangan keperawanan.
  • “Tabut Perjanjian, tanda kehadiran Yahwe”. Maria disebut sebagai kenisah hidup Allah yang menjadi manusia. Tabut perjanjian itu dibuat dari kayu yang tidak dapat rusak. Demikian pun tubuh Maria diluputkan dari kerusakan.
  • Kid. 2 : 2; 4 : 7 tentang pengantin wanita dikenakan untuk Maria.
  • Terdapat beberapa nama yang bisa disejajarkan dengan Maria (paralelisme) seperti
Ø  Sara (Kej 18 : 14; Luk 1 : 37)
Ø  Abraham yang disebut sebagai bapa iman bisa dibandingkan dengan Maria sebagai ibu iman.
Ø  Anna yang mengucapkan kata-kata pujian Elisabet kepada Maria
Ø  Ester (Est 4) yang menjadi perantara keselamatan bagi bangsanya. Maria menjadi perantara bangsa manusia.

2.2    MARIA DALAM PERJANJIAN BARU

Perjanjian Baru tidak banyak berbicara mengenai Maria. Pembicaraan seputar Maria selalu dalam perspektif kristologis. Maria tidak pernah menjadi pokok tersendiri atau terlepas dari Yesus Kristus. Ini berarti bahwa apa yang dibicarakan PB tentang Maria hanyalah bias dari pokok pewartaan utama yaitu tentang Yesus Kristus karena memang PB mewartakan Yesus Kristus dan karya penyelamatanNya. Meskipun demikian, ada beberapa teks yang berisikan atau dianggap berisikan ajaran tentang Maria. Teks-teks itu adalah sebagai berikut :

2.2.1        Maria dalam Surat-Surat Paulus

Paulus tidak menyebut nama Maria secara eksplisit dalam surat-suratnya tetapi surat kepada jemaat di Roma (1 : 3-4) dan kepada jemaat di Galatia (4 : 4-5) merupakan referensi tentang kelahiran Yesus. Selain itu, dalam Gal 4 : 28-29 dan Phil 2 : 6-11 dikisahkan tentang bagaimana Yesus dilahirkan.
Paulus tidak menyebut nama Maria karena ia, dalam surat-suratnya, lebih memfokuskan pada pewartaan tentang Yesus Kristus   yang disalibkan, mati dan bangkit kembali apalagi pada waktu penulisan Surat-Surat itu sekitar tahun 50-an, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Maria tidak muncul di kalangan jemaat.

2.2.1.1              Diperanakan menurut daging dari keturunan Daud (Roma 1 : 3 – 4)

  • Dalam teks ini, Paulus menyebut “AnakNya” (Anak Allah) sebagai yang diperanakan “menurut daging” dan “menurut Roh Kekudusan”. Rumusan ini merupakan formula pengakuan iman tentang Yesus Kristus yang adalah Anak Allah, keturunan Daud dan Tuhan kita.
  • Rumusan tentang Yesus yang diperanakan menurut daging dari keturunan Daud dihubungkan dengan Maria.
  • Dalam bahasa Yunani, kata diperanakan disebut dengan tou genomenou yang berarti “lahir”. Kata ini digunakan Paulus untuk menjelaskan bahwa secara implicit kata itu berhubungan dengan perkandungan Maria secara perawan.
  • Perkandungan dan kelahiran Yesus oleh Maria menunjukan aspek kemanusiaan Yesus meskipun dalam teks ini Paulus tidak menyebut nama Maria.
  • Kata menurut Roh Kekudusan mau menjelaskan bahwa Yesus dinyatakan sebagai Anak Allah yang berkuasa. Di sini juga tidak ada indikasi apa-apa tentang peran Maria.

2.2.1.2              Lahir dari seorang perempuan (Gal. 4 : 4)

  • Ajaran tentang Maria yang secara sangat implicit  muncul dalam Roma 1 : 3-4 mengalami perkembangan dalam surat Galatia. Dalam Galatia 4 : 4, Paulus menyinggung peranan Maria. [8]
  • Teks ini merupakan kesaksian penting dalam PB tentang Maria. “Tetapi, setelah genap waktunya maka Allah mengutus AnakNya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hokum Taurat”. Teks ini muncul dalam konteks pernyataan Paulus tentang martabat orang Kristen (Gal 3 : 1 – 5 : 12) yang dibenarkan bukan karena hokum melainkan karena iman.
  • Martabat orang Kristen sebagai anak Allah mendapat pemenuhannya pada kedatangan Anak Allah yang membawa keselamatan bagi siapa saja yang percaya kepadaNya. Kedatangan Kristus merupakan saat keselamatan yang dijanjikan Allah dan dinantikan umat manusia.
  • Ungkapan yang lahir dari seorang perempuan (genomenon ek gynaikos) dihubungkan dengan Maria. Ungkapan ini sama artinya dengan ungkapan Ibrani yaitu yelud issah.
  • Ungkapan tersebut menyinggung tentang perkandungan Maria secara perawan atau conception virginalis. Alasannya adalah bahwa dalam teks itu digunakan kata genoumenon yang berarti lahir dan bukan berarti dilahirkan.
  • Paulus tidak mengatakan apa-apa tentang lahir dari perawan. Tujuan Paulus adalah bukan untuk menekankan keistimewahan bagaimana Yesus dilahirkan tetapi menggarisbawahi Yesus yang merendahkan diriNya dan menjadi manusia.
  • Karena itu, teks ini bukan mau menjelaskan tentang Maria secara perawan melainkan tentang Maria sebagai Bunda, yang telah melahirkan Yesus dan membawaNya ke dunia. Maria memungkinkan perendahan diri Yesus dan memungkinkan pengangkatan orang Kristen menjadi Anak Allah. Maria menjadi tempat pertemuan Yesus dan orang Kristen.
  • Maria menjadi jaminan bahwa Putera Allah lahir  dalam sebuah keluarga. Maria mengambil bagian dalam misteri Kristus tetapi juga berpartisipasi dalam keluarga manusia. Keterlibatan Maria oleh Allah memungkinkan Yesus, Putera Allah menjadi satu dari manusia. Keterlibatan Maria turut menjelaskan identitas Yesus sebagai Allah dan Manusia.
  • Teks Gal. 4 : 4 merupakan Kristologi Paulus. Ia mau menjelaskan bahwa Kristus adalah anak Allah dan lahir dari seorang perempuan. [9]

2.2.2        Maria dalam Injil

Kalau Paulus hanya secara implicit berbicara tentang Maria maka Injil memberikan penyaksian yang cukup luas mengenai Maria. Dalam keempat Injil, Maria ditampilkan sebagai ibu Yesus. Khusus dalam injil Matius 1-2 dan Lukas 1-2 ditampilkan tentang Kisah Masa Kanak-Kanak Yesus  yang secara eksplisit mencatat tentang peran Maria.

2.2.2.1              Maria dalam Injil Markus

Injil Markus adalah injil tertua. Markus sangat sedikit berbicara tentang Maria, hanya ada dua teks penting di mana Markus secara eksplisit menyebut Maria yaitu Mrk 3 : 31-35 dan Mrk 6 : 1-6.

a.                  Maria dan Keluarga Yesus yang baru (Mrk 3 : 31 – 35)

·         Perikop ini memberitakan tentang ibu dan saudara-saudara Yesus yang datang untuk menemui Yesus ketika ia sedang mengajar orang banyak. Ketika diberitahu tentang hal itu, reaksi Yesus justru tidak disangka oleh ibu dan saudara-saudara-Nya. Yesus mempertanyakan siapa ibu dan saudara-saudara-Nya yang sebenarnya (ayat 35).
·         Bagi Yesus, barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara laki-laki, dialah saudara perempuan, dan dialah ibu. Di sini jelaslah bahwa Yesus mempertentangkan antara keluarga atau hubungan manusiawi dengan keluarga atau hubungan baru karena pemakluman Kerajaan Surga.
·         Ayat 35 ini menunjukkan siapakah anggota keluarga Yesus, yakni keluarga eskatologis, keluarga yang dibentuk karena pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah. Keluarga ini (saudara, saudari dan ibu) terdiri dari siapa saja yang melakukan kehendak Allah.
·         Keluarga eskatologis ini tidak identik dengan keluarga biologis/ kodrati yang merupakan hubungan manusiawi. Karena itu, keluarga biologis/ kodrati menjadi tidak penting dibandingkan dengan keluarga eskatologis. Keluarga biologis menjadi tidak penting dalam terang nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus.
·         Dalam teks ini, tidak ada ajaran tentang Maria, tetapi Maria termasuk dalam keluarga kodrati Yesus. Dalam konteks keluarga estalologis dengan sarat “mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah”, Maria telah menjadi anggotanya.



b.                  Yesus ditolak di tempat asalNya (Mrk 6 : 1 – 6a)

  • Penampilan Yesus di depan umum menimbulkan tanggapan yang berbeda-beda, seperti ada yang takjub, ada yang kecewa dan menolak-Nya.
  • Pada ayat 3, dalam situasi penolakan, disebutkan tentang Maria : “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon ?”
  • Jika dibandingkan dengan teks parallel lainnya seperti dalam Mat 13 : 55, Luk 4 : 22, dam Yoh 6 : 42, teks Markus ini tidak menyebut ayah Yesus, yaitu Yosef. Ketiga penginjil lainnya menyebutkan nama Yosef. Ketiga injil itu menyebutkan bahwa : “Yesus sebagai anak tukang kayu”. Selain itu, ungkapan “anak Maria”, hanya terdapat dalam injil Markus dan satu-satunya yang terdapat dalam Perjanjian Baru.
  • Maksud mendalam dari ungkapan “anak Maria” adalah bahwa Markus mau mengungkapkan kemanusiaan Yesus untuk melawan tendensi jemaatnya yang terlalu melebih-lebihkan aspek supernatural Yesus. Alasan lain mengapa Markus tidak menyebut Yoses sebab ketika Injil ini ditulis yakni pada tahun 64-67 M Yosef telah meninggal dunia.

c.                   Maria dan Saudara-Saudara Yesus (Mrk 3:31; 6 : 3; 15 : 40 . 47; 16 : 1)

  • Dalam Mrk 3 : 31 disinggung saudara-saudara Yesus.
  • Mrk 6 : 3 menyebut 4 saudara Yesus, yaitu Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon serta tanpa menyebutkan nama injil menyebutkan saudari Yesus.
  • Mrk 15 : 40. 47 serta 16 : 1 menyebut nama Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus muda, Yoses dan Salome.
  • Teks-teks ini memunculkan persoalan tentang keperawanan Maria setelah melahirkan Yesus. Kalau saudara dan sauari yang dimaksud injil Markus adalah anak-anak Maria, maka jelaslah bahwa Maria tidak perawan.
  • Secara etimologis, kata bahasa Yunani yang digunakan untuk menyebut “saudara” adalah adelphos. Dalam kosa kata bahasa Yunani, kata adephos digunakan untuk saudara sedarah, anak dari ibu yang sama, “frater germanus”. Tetapi, dalam perjanjian baru, khususnya dalam injil Markus ini, kata adelphos juga berarti saudara dalam pengertian hubungan-hubungan lain, seperti saudara seagama (bdk. Rm 9 : 3) atau tetangga (bdk. Mt 5 : 22 – 24) atau saudara sepupu (Mrk 6 : 17 – 18).
  • Dalam Perjanjian Lama, kata adelphos ini kadang-kadang digunakan dalam arti luas untuk menyebut sanak keluarga (bdk. Kej 29 : 12 tentang Yakob, sanak saudara Rahel; juga dalam Kej 24 : 27).  Penggunaan kata adelphos dalam PL sepadan dengan term bahasa Ibrani AH yang berarti saudara sedarah atau juga sanak keluarga.
  • Berdasarkan konsep di atas maka sesungguhnya yang dimaksudkan injil Markus dengan sebutan “Maria” bukanlah Maria ibu Yesus. Selain itu, maksud injil Markus dengan menyebut “saudara-saudara Yesus” bukanlah saudara-saudara sedarah, tetapi saudara-saudara dalam arti luas.




2.2.2.2              Maria dalam Injil Matius

Dibandingkan dengan injil Markus, injil Matius dan Lukas lebih banyak berbicara tentang Maria, khususnya dalam bab 1 – 2 mengenai perkandungan, kelahiran dan masa kanak-kanak Yesus. Selain itu, Matius juga memunculkan Maria pada penampilan Yesus dalam pewartaan-Nya di depan umum (bdk. Mat 12 : 46 – 50 dan 13 : 53 – 58).

a.                  Maria dalam Masa Kanak-Kanak Yesus (Mt 1-2)

Kristologi PB bertitik tolak dari kematian dan kebangkitan Yesus menuju masa kecil Yesus (dari akhir hidup Yesus ke masa kecilNya). Karena itu, Maria selalu dibicarkan dalam pembicaraan tentang Yesus yang mati dan bangkit.
1)      Maria dalam Silsilah Yesus (Mat 1 : 1 – 17)
·         Dengan silsilah ini berarti Yesus menjadi bagian dari sejarah bangsa Yahudi.
·         Silsilah ini lebih bersifat teologis daripada historis. Dalam silsilah ini ditunjukkan kesinambungan hubungan antara sejarah Israel yang mengatakan bahwa akan datang penyelamat dari keturunan Daud dengan kedatangan Yesus Kristus, yang memang berasal dari keturunan Daud. Kedatangan Yesus menjadi puncak atau pemenuh sejarah keselamatan Israel.
·         Nama dan peran Maria muncul pada akhir silsilah menjelang kedatangan Yesus seperti disebutkan secara khusus pada ayat 16 : “Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus”. Dalam hal ini, Maria pun muncul pada puncak sejarah bangsa Israel.
·         Dalam silsilah ini, peran Maria lebih ditonjolkan daripada peran Yusuf. Dalam silsilah itu, ketika sampai pada Yusuf, cara penjelasan silsilah tidak disebutkan sesuai dengan formula yang lazim seperti penjelasan silsilah sebelumnya. Tidak disebutkan bahwa “ Yakub memperanakan Yusuf. Yusuf memperanakan Yesus”, tetapi “Yakub memperanakan Yusuf, suami Maria yang melahirkan Yesus, yang disebut Kristus”. Cara penjelasan silsilah seperti ini sungguh jelas mau menjelaskan bahwa peran Yusuf agak dijauhkan dari kelahiran Yesus. Kelahiran Yesus dihubungkan dengan Maria.
·         Dalam kebiasaan budaya Yahudi, nama yang disebutkan dalam silsilah hanyalah nama-nama dari kelompok laki-laki. Tetapi, dalam silsilah ini, nama Maria disebut. Dengan menyebut nama Maria, maka mau dijelaskan bahwa peran Maria itu adalah hal yang luar biasa yang sudah dipersiapkan sejak dahulu.
2)      Perkandungan Maria (Mat 1 : 18 – 25)
·         Peran Maria dalam proses perkandungan dan kelahiran Yesus merupakan hal yang luar biasa, yang dikerjakan Allah dalam diri Maria berhubung dengan perwujudan rencana penyelamatanNya.
·         Apa yang secara implicit disebutkan dalam Mat 1 : 16 menjadi jelas dalam ayat 18 – 25, khususnya pada ayat 18 : “Pada waktu Maria, ibuNya bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri”.
·         Penegasan perkandungan Maria dari Roh Kudus diulangi lagi pada ayat 20 : “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”. Jadi, teks Matius ini menegaskan bahwa Maria mengadung Yesus dari Roh Kudus dan perkandungannya secara perawan seperti yang diramalkan Yesaya (bdk. Yes 7 : 14), tanpa campur tangan Yusuf melalui hubungan suami istri.
·         Menurut Matius, Maria bukan saja menjadi ibu Yesus, melainkan juga adalah perawan yang mengadung Immanuel secara istimewa. Yusuf dilibatkan untuk menegaskan bahwa Yesus adalah keturunan Daud.
·         Dalam tradisi perkawinan Israel, ada dua tahap yang sama resmi dan sah, yaitu erusin dan nissuin. Pada tahap erusin, suatu pasangan bisa dinamakan pertunangan tetapi secara yuridis sudah sah sebagai suami-istri, tetapi masih tinggal terpisah, belum diperkenankan melakukan hubungan seksual. Sedangkan pada tahap nissui merupakan tahap definitive di mana suami istri itu bisa tinggal bersama, menjadi suami istri dengan segala kewajibannya. [10] Situasi Yusuf dan Maria adalah dalam tahap erusin.
·         Karena itu, dalam Mat 1 : 19 di mana Maria disebut sebagai istri Yusuf berarti sebelum mereka hidup bersama pada tahap nissuin.
b.                  Maria dalam Karya Yesus

  • Ada 2 teks dari Matius yang menyoroti Maria berhubungan dengan karya Yesus, yakni Mat 12 : 46 – 50 dan 13 : 53 – 58.
  • Mat 12 : 46 – 50 paralel dengan injil Markus 3 : 31 – 35. Teks ini menegaskan arti keluarga, saudara-saudari menurut Yesus, yaitu keluarga eskatologis, yang berbeda dari keluarga karena hubungan darah/ kodrati/ biologis.
  • Pada Mrk 3 : 31 – 35, keluarga Yesus tidak memahami siapa itu Yesus, bahkan mereka menganggap Yesus “tidak waras lagi” sehingga mereka mau mengambilNya atau membawa pulang Yesus. Penilaian anggota keluarga kodrati ini mendapat jawaban yang keras dari Yesus yang mengatakan : “siapakah saudara-saudara-Ku dan siapakah ibu-Ku?”. Dengan ini, Yesus lebih mengutamakan keluarga eskatologis yang dibentukNya karena mereka mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah.
  • Dalam teks Markus tersebut, sangat jelas kalau Markus membuat kontras antara keluarga kodrati dengan keluarga eskatologis. Sedangkan bagi Matius, keluarga natural tidak bertentangan dengan keluarga eskatologis. Keluarga Yesus yang baru adalah keluarga yang terdiri dari murid-muridNya.
  • Dalam Mat 13 : 53 – 58, dipaparkan tentang Yesus yang ditolak di tempat asalNya. Menurut Markus, yang menolak Yesus itu adalah kaum keluargaNya (bdk Mrk 6 : 4), sedangkan Matius melihat penolakan itu datang dari “di antara kaum keluargaNya”. Bagi Matius, sangat tidak mungkin Maria yang telah mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan Yesus, tidak menghormati Yesus dalam karyaNya.
  • Matius menyebut kedua orang tua Yesus, dengan kata-kata “putera tukang kayu dan ibunya bernama Maria”. Jadi, menurut Matius, keluarga kodrati termasuk Maria, ibu Yesus mendapat tempat terhormat sesuai dengan yang telah dikatakan tentang Maria dalam masa kanak-kanak Yesus.

2.2.2.3              Maria dalam Injil Lukas

Dalam tulisan PB, Lukas-lah yang paling banyak berbicara tentang Maria. [11] Teks tentang Maria dalam injil Lukas, dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu tentang (1) Maria dalam masa kanak-kanak Yesus dan (2) Maria dalam hidup Yesus di depan umum serta ditambah dengan tulisan lain dari Lukas yaitu pada teks Kisah Para Rasul tentang Maria dalam Jemaat Perdana. Lukas menempatkan Maria dalam konteks sejarah keselamatan.

a.                  Maria dalam Masa Kanak-Kanak Yesus (Luk 1-2)

Kisah yang ditampilkan Lukas dalam teks ini bukanlah peristiwa histories, melainkan bermakna teologis dalam bentuk naratif. Lukas menulis kisah kelahiran Yesus parallel dengan kisah kelahiran Yohanes Pembaptis.

1)      Panggilan Maria mengandung dan melahirkan Yesus (Luk 1 : 26 – 38)
·         Kisah ini dikenal sebagai Khabar Gembira kepada Maria untuk menjadi alat perwujudan rencana keselamatan Allah yang sudah dimulai dalam PL dan dipenuhi dalam PB dalam diri Yesus Kristus.
·         Pada teks ini, sangat kelihatan bahwa Maria sangat ditonjolkan, namun pusat perhatian teks tetap pada kristologi.
·         Panggilan Maria diawali dengan salam Malaikat dan diakhiri dengan jawaban Maria.  Salam gembira itu disampaikan oleh malaikat Gabriel.
·         Nama Gabriel disebutkan 2 kali di dalam kitab Daniel, di mana Gabriel membawa kabar gembira pembebasan dari perbudakan kepada bangsa Israel (Dan 8 : 16 dan 9 : 21).
·         Malaikat yang sama ini menampakkan diri kepada Maria untuk menyampaikan kabar gembira pembebasan bukan saja bagi bangsa Israel tetapi bagi seluruh umat manusia. Dengan kabar ini, Maria dipanggil untuk terlibat dalam sejarah keselamatan.
·         Kata-kata Malaikat Gabriel yang disampaikan kepada Maria pada awal penampakkannya mempunyai implikasi bagi peran Maria. “Salam, hai engkau yang dikarunia, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1 : 28).
·         Tafsiran :
Ø  Kata “salam” atau chaire yang diucapkan malaikat adalah kata yang paling sering dipakai. Dalam Kitab Suci kata itu disebutkan sebanyak 12 kali.
Ø  Kata “salam” itu tidak digunakan sebagai salam biasa, tetapi selalu mengandung arti “gembira” atau “bergembiralah”. Kata “salam” berarti suatu pemakluman kegembiraan. Dalam hal ini, Maria diajak untuk bergembira karena tindakan penyelamatan Allah, gembira karena Allah ada di tengah-tengahnya, dalam kandungannya. Inilah yang disebut sebagai kegembiraan mesianis.
Ø  Maria dijuluki sebagai “engkau yang dikarunia” atau dalam term Yunani kecharitomene yang bisa diterjemahkan dengan “penuh rahmat”. Ungkapan ini merupakan suatu ungkapan yang menunjukkan rencana keselamatan Allah.
Ø  Term tersebut berarti bahwa Allah yang berinisiatif untuk memberikan karunia kepenuhan rahmat kepada Maria dan Maria adalah penerimanya. Maria menjadi penuh rahmat karena Allah yang mengaruniakannya untuk melaksanakan rencanaNya. Maria adalah orang pertama yang mendapat kepenuhan rahmat Allah. Dalam kepenuhan rahmat inilah, Maria dipanggil untuk menjadi ibu mesias.
·         Pemberitahuan malaikat bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang Putera (ayat 31) mau menegaskan peran Maria sebagai ibu.
·         Kisah panggilan Maria yang berawal dari salam malaikat mendapat penegasan definitive dalam jawaban Maria : “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu” (ayat 38).
·         Dengan menyatakan diri sebagai hamba Tuhan, Maria menyatakan kesediaan dan kerelaannya yang total pada kehendak dan rencana Allah, sekaligus menyatakan kerinduannya bahwa semua saja yang telah dikatakan malaikat terlaksana

2)      Maria dalam kunjungan kepada Elisabeth (Luk 1 : 39 – 45)
·         Elisabeth tinggal di AIN-KARIM, 6 km sebelah barat Yerusalem.
·         Kisah perjalanan Maria menuju AIN-KARIM parallel dengan kisah tentang Perjalanan Tabut Perjanjian dari QUIRYAT YEARIM ke kenisah Yerusalem seperti yang ditunjukkan dalam 2 Sam 6 : 1 – 23.
Ø  Ketika Tabut Perjanjian melintas, penduduk Israel bersukaria. Sedangkan dalam peristiwa Maria, Elisabeth serta merta bergembira menerima kunjungan Maria
Ø  Ketika Maria tiba, “Yohanes dalam rahim Elisabeth melonjak kegirangan” sama seperti Daud yang menari-nari menyambut Tabut Perjanjian.
Ø  Kata-kata Daud dalam 2 Sam 6 : 9 “Bagaimana mungkin Tabut  Perjanjian datang kepadaku” parallel dengan kata-kata Elisabeth “siapakah aku ini sehingga ibu Tuhanku datang mengunjungi aku”?
Ø  Tabut Perjanjian tinggal 3 hari di rumah Edom parallel dengan Maria yang tinggal 3 bulan lamanya di rumah Elisabeth.
·         Tabut Perjanjian menjadi tempat kehadiran Allah. Rahim Maria menjadi tempat tinggal Allah yang menjadi manusia. Dengan perbandingan ini, Lukas bermaksud menampilkan Maria sebagai puteri Sion yang sejati dan sebagai symbol Tabut Perjanjian yang baru, tempat kehadiran Tuhan, Penyelamat.
·         Pada ayat 42, Elisabeth menyapa Maria dengan kata-kata : “diberkatilah engkau di antara semua wanita. Ayat ini mau menunjukkan bahwa Allah memberkati Maria. Dan berkaitan dengan berkat Allah ini, ada paralelisme antara berkat Tuhan dalam PL seperti berkat atas Abraham (Kej 14 : 19), Yudit (Yudit 13 : 18) dengan berkat atas Maria (Luk 1 : 42). Biasanya, berkat Tuhan ini diberikan secara Cuma-Cuma kepada orang-orang tertentu untuk melaksanakan karya keselamatan Allah. Orang-orang yang diberkati itu adalah mereka yang dipilih Allah untuk terlibat dalam karya keselamatan sebagai alat di tangan Tuhan sendiri. Dalam diri Maria, berkat ini menjadi sempurna karena Putera Allah yang dikandungnya, yang menjadi penyelamat bagi semua umat manusia.
·         Pada ayat 45, disebutkan bahwa “berbahagialah ia,  yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”. Dengan ini mau dikatakan bahwa Maria telah percaya bahwa semua yang dikatakan Tuhan kepadanya akan terlaksana demi keselamatan bangsa Israel dan semua bangsa. Maria ditonjolkan sebagai orang yang percaya. Maria berbahagia karena menjadi alat Tuhan untuk keselamatan bangsanya, sama seperti Abraham yang menjadi berkat bagi bangsa-bangsa (Kej 12 : 2 – 3). Maria menjadi orang Kristen pertama yang karena rahmat Allah terlibat dalam terpenuhinya rencana keselamatan Allah. Maria menjadi ibu semua orang yang percaya.

3)      Magnificat (Luk 1 : 46 – 56)
·         Magnificat merupakan ungkapan kebahagiaan Maria karena dipilih Allah untuk menjadi bunda Penyelamat.
·         Madah Pujian seperti Magnificat Maria ditemukan juga dalam PL, seperti madah Hanna ketika Samuel lahir (1 Sam 2 : 1 – 10), atau kegembiraan Lea karena kelahiran Putera-puteranya (Kej 29 – 32).
·         Madah Pujian berakar dalam tradisi Israel yang mengungkapkan rasa terima kasih bangsa Israel atas semua peristiwa luar biasa yang membawa keselamatan yang dikerjakan Allah. Misalnya, Madah Pujian ketika Israel keluar dari Laut Merah (Kej. 15 : 1ss), Moses di dekat Tanah Terjanji (Ul. 32 : 1ss), Nyanyian Deborah (Hak 5 : 1ss).
·         Dengan Magnificat, Maria memuji kebesaran Allah, menyatakan kegembiraan pribadinya yang menyaksikan terwujudnya karya keselamatan Allah yang telah dijanjikan sejak dalam PL dan terealisasi dalam dirinya dengan mengandung Mesias Terjanji itu.
·         Magnificat merupakan ungkapan pengalaman iman Maria yang dahsyat. Dengan Magnificat, Maria meneruskan kesalehan Yahudi dalam dirinya serta mengantisipasi semangat iman orang Kristen perdana.
·         Isi Magnificat tidak lain adalah karya besar Allah atas diri Maria yang mempunyai implikasi bagi keselamatan manusia.
·         Dalam Magnificat, Lukas mau menonjolkan peran Maria dalam pemenuhan janji keselamatan Allah dengan mengandung dan melahirkan Yesus, Penyelamat.

4)      Maria dalam Kelahiran Yesus di Betlehem (Luk 2 : 1 – 20)
·         Dalam Kisah Kelahiran ini, peran sentral Maria menjadi jelas. Ada beberapa ayat yang menunjukkan hal tersebut, seperti :
Ø  Luk 2 : 5 menyebut Maria “yang sedang mengandung” sebagai “tunangan Yusuf”. Lukas tidak pernah menyebut Maria sebagai isteri Yusuf. Dengan demikian, Lukas sesungguhnya mau menegaskan keperawanan Maria.
Ø  Luk 2 : 7 melukiskan kelahiran Yesus oleh Maria : “dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”. Ungkapan ini memunculkan Maria sebagai ibu (bunda) Yesus. Ia melakukan bagi Yesus apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu.
Ø  Luk 2 : 19 (dan 2 : 51) mengidentifikasikan Maria sebagai ibu yang menyimpan semua perkara itu dalam hatinya dan merenungkannya. Ungkapan “segala perkara itu” sebenarnya adalah misteri Yesus Kristus, yang tidak dimengertinya, namun ia selalu setia menaati setiap Sabda yang keluar dari mulut Allah. Dalam hal ini, Maria menjadi model murid Kristus yang sejati.

5)      Maria pada Presentasi Yesus di Kenisah (Luk 2 : 21 – 40)
·         Sebagai orang Yahudi yang taat, Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus di kenisah untuk disucikan sebagaimana hukum religius Yahudi. Dalam hal ini, Maria dimunculkan sebagai seorang Yahudi, sebagai ibu dari seorang anak sulung. Anak sulung di sini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa Maria mempunyai anak lain sesudah Yesus, tetapi Lukas mau menegaskan bahwa apa yang dibuat Maria dan Yusuf adalah terutama untuk melaksanakan kehendak Allah dengan menataati hukum. Di sini, Maria ditampilkan sebagai wakil orang Israel yang saleh.
·         Kisah Yesus dipersembahkan di Kenisah ini mau menjelaskan bahwa seluruh peristiwa Yesus adalah karya Allah melalui Roh Kudus, tanpa campur tangan manusia, terutama dalam hal proses perkandungan Yesus. Keterlibatan Maria sebagai manusia hanya dimungkinkan  karena Allah menghendakinya demikian.
·         Pada Luk 2 : 34 – 35 terdapat Ramalan Simeon, yaitu : “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan, dan suatu pedang akan menembusi jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang”.  Ramalan ini menegaskan kembali Yesus sebagai nabi dan Mesias  yang akan merealisasikan rencana keselamatan Allah bagi manusia; dan bahwa Maria diikutsertakan dalam pelaksanaan karya keselamatan Yesus ini. Apa yang akan dialami Yesus sebagai realisasi karya keselamatan itu, termasuk penderitaan dan kematianNya, melibatkan Maria secara penuh. Dalam hal ini, Lukas menegaskan keterikatan antara Yesus dan Maria sebagai Ibu-Nya. Maria mengikuti Yesus sebagai ibu dan sebagai murid yang taat dan beriman, yang menjadi model ketaatan dan beriman bagi para pengikut Yesus, termasuk dalam penderitaan dan kematianNya di salib.



6)      Maria dan Yesus pada umur 12 tahun (Luk 2 : 41 – 52)
·         Seperti orang Yahudi lainnya, Maria, Yusuf dan Yesus pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paska menurut hukum Musa.
·         Dalam perikop ini, dikisahkan bahwa Yesus tertinggal di Yerusalem ketika Maria dan Yusuf kembali ke Nazareth setelah perayaan itu. Orang tua Yesus tidak mengerti apa yang dibuat Yesus. Dalam perikop ini, untuk pertama kalinya Maria angkat bicara dan untuk pertama kalinya Lukas memunculkan kata-kata pertama yang keluar dari mulut Yesus.
·         Dalam teks ini, Maria berkata kepada Yesus : “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami ? Lihat, bapamu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (ayat 48). Selanjutnya Yesus menjawab : “ Mengapa kamu mencari aku ? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”. Tafsirannya adalah :
Ø  Jawaban Yesus tersebut mau memperlihatkan distansi antara Yesus dengan orangtua-Nya demi hubungan-Nya dengan Bapa di surga.
Ø  Teks ini menunjukkan bahwa bagi Yesus, ikatan keluarga koderati menjadi tidak penting. Yang penting bagiNya adalah hubunganNya dengan Bapa.
Ø  Kata-kata Maria menunjukkan sikap ketidakmengertian Maria tentang apa yang diperbuat Yesus. Ketidakmengertian Maria terhadap sikap Yesus dan jawaban Yesus menunjukkan bahwa Maria masih dalam usaha terus-menerus sebagai murid untuk memahami Yesus.

b.                  Maria dalam Karya Yesus

  • Setelah masa kanak-kanak Yesus, dalam karya Yesus sampai kebangkitanNya, Maria hanya disebut dua kali, yaitu dalam Luk 8 : 19 – 21 dan Luk 11 : 27 – 28.
  • Dalam Luk 8 : 19 – 21 dibicarakan tentang ibu dan saudara-saudara Yesus atau tentang keluarga kodrati Yesus. Dalam kisah ini, Lukas menunjukkan sikap Yesus yang positif terhadap keluarga kodrati-Nya.
  • Dalam Luk 11 : 27 – 28, ibu Yesus dikatakan “berbahagia” karena telah mengandung dan menyusui Yesus. Namun, sebetulnya bunda Yesus ini disebut berbahagia bukan hanya karena telah mengandung dan menyusui Yesus, melainkan lebih dari itu, karena dia mendengar, percaya, taat, menyimpan kata-kata Tuhan dan melaksanakannya. Dalam hal ini, Lukas mau menunjukkan Maria sebagai contoh bagaimana menjadi murid Yesus.

c.                   Maria dalam Jemaat Perdana (Kis 1 : 14)

  • Dalam teks ini, Lukas menggambarkan kehadiran Maria di antara orang-orang yang percaya kepada Yesus, yaitu jemaat Kristen perdana. Maria hadir dalam doa bersama para Rasul untuk menantikan datangnya Roh Kudus. Dalam hal ini, Lukas mau menegaskan bahwa Maria tidak dipisahkan dari para rasul dan dari Gereja.
  • Dalam teks ini, sangat jelas disebut nama dan peranan Maria : “… Maria, ibu Yesus …”. Dalam hal ini, Maria hadir pada saat Gereja lahir. Kehadiran Maria dalam doa bukan bukan saja bagi Gereja perdana melainkan juga bagi Gereja sepanjang masa. Maria menjadi bunda Gereja.

2.2.2.4              Maria dalam Injil Yohanes

Dalam penyelidikan eksegetisnya, RAYMOND BROWN menemukan 2 kelompok teks dalam injil Yohanes yang menyinggung tentang Maria. Kedua kelompok teks itu adalah :
a)      Maria disebut sebagai “Ibu Yesus” dalam pesta di Kana (Yoh 2 : 1 – 11. 12) dan di bawah kaki salib (Yoh 19 : 25 – 27).
b)     Teks-teks yang menyangkut keperawanan Maria (1 : 13; 6 : 42; 7 : 41-44 dan 8 : 41).


a.                  Maria di Kana (Yoh 2 : 1 – 11)

Kisah tentang mukjizat di Kana sesungguhnya bukanlah hal yang biasa, melainkan sebagai TANDA BESAR PERTAMA di mana Yesus menyatakan kemuliaanNya ( 2 : 11).
Dalam kisah ini, Yohanes secara jelas menyebut IBU YESUS untuk Maria, “dan ibu Yesus ada di situ”. Dalam hal ini, Yohanes menggarisbawahi peranan keibuan Maria dalam misi Yesus sejak awal. [12]

1)      “Mereka kehabisan anggur” (Yoh 2 : 3)
·         Peristiwa mukjizat Yesus diawali dengan perkataan Maria kepada Yesus : “Mereka kehabisan anggur”.
·         Ayat ini tidak berarti bahwa Maria meminta Yesus untuk membuat suatu mukjizat. Sebab, kalau ayat ini ditafsir demikian, maka itu berarti mukjizat yang dilakukan Yesus hanya karena Maria memintanya. Padahal, dalam ayat ini Maria hanya meminta Yesus untuk menolong pasangan pengantin.
·         Perlu dibedakan antara : “Mereka kehabisan anggur” dengan “anggur sudah habis”. Kalimat yang kedua memberi tekanan pada “anggur” atau sesuatu, sedangkan kalimat pertama memberi penekanan pada “mereka”, yaitu manusia, pribadi yang sedang mengalami kesulitan. Dengan ini, Yohanes mau memperlihatkan perhatian dan cinta Maria kepada manusia.
·         Kisah perkawinan di Kana menunjukkan dua hal penting, yaitu pertama, perhatian dan pengeritan Maria berhadapan dengan kesulitan manusiawi dan kedua, kehendak Yesus untuk mendengarkan permohonan dan doa Maria.

2)      “Mau apakah engkau dari Aku, ibu ? SaatKu belum tiba” (Yoh 2 : 4)
·         Dalam terjemahan aslinya, yaitu teks berbahasa Yunani, kata “ibu” disebut dengan kata GUNE yang sama dengan kata bahasa Inggris WOMAN yang berarti “wanita”.
·         Penggunaan kata “wanita” untuk Maria oleh Yesus bukanlah satu sapaan yang tidak sopan, melainkan mau menunjukkan bahwa tidak ada lagi penekanan khusus pada keibuan alamiah atau kodrati. Keibuan natural tidak lagi penting dalam konteks keselamatan yang sedang dikerjakan Yesus.
·         Penyebutan “wanita” secara jelas dimaksudkan Yohanes untuk menempatkan Maria pada predikatnya sebagai murid Yesus.
·         Dengan mengatakan “SaatKu belum tiba”, Yesus mau menegaskan tugasNya yang sedang dikerjakanNya harus sesuai dengan kehendak Allah. Kata-kata “SaatKu belum tiba”, berarti saat di mana Yesus melakukan misiNya. Saat inilah yang menjadi saat yang paling penting. Peran Maria adalah sebagai seorang murid yang mengikuti, mendengarkan dan melakukan apa yang Yesus wartakan.

b.                  Maria di bawah kaki salib (Yoh 19 : 25-27)

  • Injil Yohanes adalah satu-satunya injil dari ketiga injil lainnya yang menyebut pertemuan ibu dan Anak di bawah kaki salib seperti halnya pertemuan di Kana.
  • Dalam kisah ini, Yohanes  menampilkan Maria, ibu Yesus sebagai dia yang mengikuti PuteraNya sampai di kaki salib. Dalam hal ini, Yohanes mau menunjukkan peran Maria sebagai ibu yang selalu setia menemani PuteraNya dalam seluruh hidupNya.
  • Kata-kata Yesus dalam ayat 27 : “Ibu, inilah AnakMu” dan “Inilah ibumu” membalikan kata-kata dan situasi Kana. Ayat ini mau menegaskan kembali keberadaan keluarga eskatologis. Di bawah kaki salib, Yesus memberikan kepada ibu alamiahNya suatu peranan spiritual sebagai ibu murid yang unggul. Yesus juga memberikan kepada muridNya peranan sebagai anak Maria. Relasi yang dibangun Yesus ini adalah relasi keluarga kemuridan, keluarga eskatologis.
  • Kehadiran Maria di bawah kaki salib Yesus menunjukkan puncak, titik kulminasi dari partisipasi Maria dalam hidup dan misi penyelamatan Yesus. Maria menderita bersama puteraNya. Derita Yesus adalah derita Maria. Di bawah kaki salib, derita Maria disatukan dengan derita Yesus.
  • Kata-kata Yesus “Inilah ibumu” sesungguhnya tidak ditujukan kepada Yohanes sebagai seorang pribadi, tetapi kepada Yohanes sebagai murid. Artinya, Yohanes adalah representan dari semua pengikut Yesus. Kata-kata tersebut berarti pula bahwa Maria menjadi teladan bagaimana menjadi seorang murid Kristus.

2.2.3        Maria dalam Kitab Wahyu (Why 12 : 1 – 17)

Penulis                                  : Yohanes
Tema                          : Perjuangan dan Penyelesaian
Tanggal Penulisan  : 90-96 M

2.2.3.1              Latar Belakang

Kitab Wahyu adalah kitab Perjanjian Baru yang terakhir dan yang paling luar biasa. Kitab ini sekaligus merupakan suatu penyingkapan (Wahy 1:1-2,20), suatu nubuat (Wahy 1:3; Wahy 22:7,10,18-19), dan suatu gabungan dari tujuh surat (Wahy 1:4,11; Wahy 2:1-3:22). (Istilah "penyingkapan" (Ing. _apocalypse_) berasal dari kata Yunani _apocalupsis_, yang diterjemahkan "wahyu" dalam Wahy 1:1-20). Kitab ini merupakan suatu penyingkapan dalam kaitan dengan isinya, suatu nubuat dalam kaitan dengan beritanya dan suatu surat dalam kaitan dengan alamat tujuannya.
Lima kenyataan penting mengenai latar belakang kitab ini dinyatakan dalam pasal 1 (Wahy 1:1-20).

(1) "Inilah wahyu Yesus Kristus" (Wahy 1:1).

(2) Penyataan ini telah disampaikan secara adikodrati kepada penulisnya melalui Kristus yang ditinggikan, malaikat-malaikat dan penglihatan-penglihatan (Wahy 1:1,10-18).

(3) Penyataan itu disampaikan kepada hamba Allah, Yohanes (Wahy 1:1,4,9; Wahy 22:8).

(4) Yohanes menerima penglihatan-penglihatan dan berita penyataan ini sementara ia dalam pembuangan di Pulau Patmos (80 km sebelah barat daya kota Efesus), oleh karena Firman Allah dan kesaksian Yohanes sendiri (Wahy 1:9).

(5) Penerima yang mula-mula dari surat ini adalah tujuh jemaat di propinsi Asia (Wahy 1:4,11).

Baik bukti sejarah maupun bukti dari isi kitab itu sendiri menunjukkan bahwa rasul Yohaneslah penulisnya. Ireneus menjelaskan bahwa Polikarpus (Ireneus mengenal Polikarpus, dan Polikarpus mengenal rasul Yohanes) telah berbicara tentang Yohanes yang menulis kitab Wahyu mendekati akhir pemerintahan Domitianus selaku kaisar Romawi (81-96 M)
Isi kitab ini mencerminkan keadaan sejarah pada zaman pemerintahan Domitianus ketika dia menuntut agar semua warga negaranya memanggil dia "Tuhan dan Allah". Pastilah, ketetapan Kaisar pada waktu itu telah menciptakan suatu pertentangan antara mereka yang dengan sukarela mau menyembah Kaisar dan orang Kristen setia yang mengakui bahwa Yesus sajalah "Tuhan dan Allah". Jadi, kitab ini telah ditulis pada suatu masa ketika orang percaya sedang mengalami penganiayaan yang hebat oleh karena kesaksian mereka, suatu situasi yang dengan jelas merupakan latar belakang kitab Wahyu
itu sendiri (Wahy 1:19; Wahy 2:10,13; Wahy 6:9-11; Wahy 7:14-17; Wahy 11:7; Wahy 12:11,17; Wahy 17:6; Wahy 18:24; Wahy 19:2; Wahy 20:4).

2.2.3.2              Tujuan

Kitab ini mempunyai tiga tujuan.

(1) Surat-surat kepada tujuh jemaat itu menyatakan bahwa suatu penyimpangan yang parah dari standar kebenaran rasuli sedang terjadi di antara banyak jemaat di Asia. Atas nama Kristus, Yohanes menulis kitab ini untuk menegur tindakan kompromi dan dosa mereka, serta menghimbau mereka untuk bertobat dan berbalik kepada kasih mereka yang mula-mula.

(2) Mengingat penganiayaan yang diakibatkan oleh karena Domitianus memuja dirinya sendiri, kitab Wahyu telah dikirim kepada jemaat-jemaat guna meneguhkan iman, ketetapan hati, dan kesetiaan mereka kepada Yesus    Kristus, serta untuk memberi semangat kepada mereka agar mereka menjadi pemenang dan tinggal setia sampai mati sekalipun.

(3) Akhirnya, kitab ini telah ditulis untuk memperlengkapi orang percaya sepanjang zaman dengan segi pandangan Allah terhadap perang yang sengit melawan gabungan kekuatan Iblis dengan menyingkapkan hasil sejarah yang     akan datang. Kitab ini secara khusus menyingkap tujuh tahun terakhir yang mendahului kedatangan Kristus kali kedua. Allah akan menang dan membenarkan orang yang kudus dengan mencurahkan murka-Nya atas kerajaan     Iblis; ini akan diikuti oleh kedatangan Kristus kali kedua.

Berita nubuat dari kitab ini disampaikan melalui aneka simbol dan lambang penyingkapan yang dramatis, yang melukiskan penyelesaian akhir dari seluruh berita penyelamatan alkitabiah. Kitab ini menampakkan peran Kristus sebagai Anak Domba yang layak yang disembelih (pasal 5; Wahy 5:1-14) dan Anak Domba yang penuh murka yang akan datang untuk menghukum dunia dan membersihkannya dari kejahatan (pasal 6-19; Wahy 6:1-19:21). Gambaran simbol lain yang utama dalam kitab ini adalah naga besar (Iblis), binatang laut (antikristus), binatang bumi (nabi palsu) dan Babel Besar (pusat muslihat roh jahat dan kuasa dunia).
Setelah prolog (Wahy 1:1-8), ada tiga bagian utama dalam kitab ini. Pada bagian pertama (Wahy 1:9-3:22), Yohanes mendapatkan suatu penglihatan yang menakjubkan mengenai Kristus yang agung di tengah-tengah kaki dian (jemaat-jemaat), yang menugaskan Yohanes untuk  menulis surat kepada tujuh jemaat di Asia Kecil (Wahy 1:11,19). Setiap surat (Wahy 2:1-3:22) meliputi suatu gambaran simbolis tentang Tuhan yang agung dari penglihatan pembukaan, penilaian terhadap jemaat tersebut, kata-kata pujian atau celaan atau kedua-duanya, kata-kata peringatan terhadap lima jemaat, nasihat untuk mendengar dan bertobat, dan suatu janji bagi semua yang menang. Tekanan pada angka tujuh dalam bagian ini menunjukkan bahwa surat-surat tersebut mewakili
suatu keutuhan dari apa yang hendak difirmankan kepada jemaat di setiap kota dan angkatan oleh Tuhan yang agung itu.
Bagian utama kedua dari kitab ini (Wahy 4:1-11:19) berisi penglihatan-penglihatan dari perkara-perkara yang ada di sorga dan di bumi tentang Anak Domba dan peranan-Nya dalam mengakhiri sejarah. Bagian itu dimulai dengan suatu penglihatan tentang ruang pengadilan sorgawi yang mahamulia di mana Allah bersemayam dalam kekudusan dan terang yang tak terhampiri (pasal 4; Wahy 4:1-4). Pasal 5 (Wahy 5:1-14) memusatkan perhatian pada sebuah gulungan kitab yang dimeterai yang berbicara tentang nasib akhir.  Gulungan kitab ini berada di tangan kanan Allah dan Anak Domba sajalah yang layak untuk membuka meterai-meterainya dan mengungkapkan isinya. Pembukaan enam meterai yang pertama (pasal 6; Wahy 6:1-17) melangsungkan penglihatan yang telah dimulai dalam pasal 4-5 (Wahy 4:1-5:14), kecuali sekarang pemandangan dialihkan ke berbagai peristiwa di bumi.  Lima meterai yang pertama menyingkapkan hukuman Allah pada hari-hari terakhir yang menuntun ke arah kesudahannya. Meterai yang keenam mengumumkan murka Allah yang akan datang.  "Selingan Pertama" kitab ini terdapat dalam pasal 7 (Wahy 7:1-17), yang menggambarkan pemeteraian 144.000 orang di ambang pintu kesengsaraan besar (Wahy 7:1-8) dan pahala bagi orang kudus di sorga setelah kesengsaraan besar (Wahy 7:9-17). Pasal 8-9 (Wahy 8:1-9:21) menyatakan pembukaan meterai ketujuh, penyingkapan rangkaian hukuman lain yaitu ketujuh sangkakala.  "Selingan Kedua" terjadi di antara sangkakala keenam dan ketujuh, yang meliputi Yohanes dan sebuah gulungan kitab yang kecil (Wahy 10:1-11), dan dua saksi nubuat yang kuat dalam kota besar itu (Wahy 11:1-14).  Akhirnya, sangkakala ketujuh (Wahy 11:15-19) berfungsi sebagai pertunjukan awal dari kesudahan segala sesuatu (ayat Wahy 1:15) dan pendahuluan adegan-adegan akhir dari rahasia Allah yang
dibentangkan (pasal 12-22; Wahy 12:1-22:21).
Bagian utama yang ketiga (Wahy 12:1-22:5) memberikan suatu gambaran terinci mengenai perjuangan besar pada akhir zaman antara Allah dengan musuh-Nya, Iblis. Pasal 12-13 (Wahy 12:1-13:18) menyatakan bahwa orang kudus di bumi harus menghadapi suatu komplotan yang dahsyat dan tiga serangkai kejahatan, yang terdiri atas

(1) si naga besar (pasal 12; Wahy 12:1-18),

(2) binatang laut (Wahy 13:1-10), dan

(3) binatang bumi (Wahy 13:11-18). Pasal 14-15 (Wahy 14:1-15:8) berisi penglihatan-penglihatan yang meyakinkan kembali orang-orang kudus dalam kesengsaraan besar bahwa keadilan akan menang sementara Allah akan mencurahkan murka-Nya yang terakhir atas peradaban antikristus. Kemudian, suatu penyingkapan penuh dari murka Allah terjadi dalam     rangkaian tujuh cawan hukuman (pasal 16; Wahy 16:1-21), hukuman atas si pelacur besar (pasal 17; Wahy 17:1-18), dan kejatuhan Babel, Kota Besar itu (pasal 18; Wahy 18:1-24). Pada tahap ini, terjadi kegembiraan besar di sorga, dan perjamuan kawin Anak Domba dengan mempelai perempuan-Nya diumumkan (Wahy 19:1-10).

Akan tetapi, tahap terakhir yang hebat masih akan terjadi. Kemudian Yohanes melihat sorga terbuka dan Kristus keluar menunggang kuda putih sebagai Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan untuk mengalahkan binatang itu dan semua sekutunya (Wahy 19:11-21). Kekalahan Iblis yang terakhir didahului dengan terbelenggunya dia selama seribu tahun (Wahy 20:1-6). Selama masa itu Kristus memerintah bersama dengan orang-orang kudus (Wahy 20:4) dan sesudah itu Iblis akan dilepaskan untuk suatu masa yang singkat (Wahy 20:7-9) dan kemudian dicampakkan ke dalam "lautan api" untuk selama-lamanya (Wahy 20:10). Nubuat apokaliptis ini ditutup dengan penghakiman di takhta putih yang besar (Wahy 20:11-15), nasib yang tepat bagi orang jahat (Wahy 20:14-15; Wahy 21:8), serta langit yang baru dan bumi yang baru sebagai nasib akhir bagi orang kudus (Wahy 21:1-22:5). Kitab ini diakhiri dengan peringatan-peringatan untuk mengindahkan beritanya dan masuk dalam hidup yang kekal (Wahy 22:6-21).

2.2.3.3              Ciri Khas

Delapan ciri utama menandai kitab ini.

(1) Wahyu merupakan satu-satunya kitab PB yang digolongkan sebagai nubuat dan wahyu.

(2) Sebagai suatu kitab apokaliptis, beritanya disampaikan dalam bentuk lambang-lambang yang menggambarkan kenyataan-kenyataan tentang masa dan peristiwa yang akan datang sambil tetap memelihara teka-teki atau     rahasia tertentu.

(3) Banyak sekali angka digunakan, termasuk angka 2; 3; 3,5; 4; 5; 6; 7; 10; 12; 24; 42; 144; 666; 1.000; 1.260; 7.000; 12.000; 144.000; 100.000.000; dan 200.000.000. Secara khusus kitab ini menonjolkan angka tujuh yang terdapat tidak kurang dari 54 kali yang melambangkan     kesempurnaan atau kepenuhan.

(4) Penglihatan-penglihatan begitu mencolok, dengan pemandangan yang sering dialih-alihkan dari tempat di bumi ke sorga, kemudian kembali lagi ke bumi.

(5) Malaikat-malaikat dikaitkan secara jelas dengan penglihatan-penglihatan dan ketetapan-ketetapan sorgawi.

(6) Kitab ini bersifat polemik yaitu :
    (a) menyingkapkan sifat roh jahat dari setiap penguasa bumi yang  menyatakan dirinya sebagai allah, dan
    (b) menyatakan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang agung dan penguasa atas raja-raja di bumi (Wahy 1:5; Wahy 19:16).

(7) Kitab ini juga dramatis yang membuat kebenaran beritanya menjadi begitu hidup dan tegas.

(8) Kitab ini bersifat roh nubuat PL tanpa menggunakan kutipan-kutipan secara formal dari PL itu sendiri.

Penafsiran

Kitab ini merupakan kitab PB yang paling sulit untuk ditafsirkan. Sekalipun para pembaca yang mula-mula barangkali memahami makna beritanya tanpa terlalu banyak mengalami kebingungan, namun pada abad-abad berikutnya pandangan yang beranekaragam mengenai makna kitab ini telah mengakibatkan lahirnya empat aliran penafsiran yang besar.

(1) Penafsiran _preterist_ (dengan pandangan masa lampau) memandang kitab ini dan nubuat-nubuatnya sebagai hal yang telah digenapi pada masa gelaran sejarah asli dari kekaisaran Romawi, kecuali untuk pasal 19-22 (Wahy 19:1-22:21), yang masih menunggu  penggenapannya pada masa yang akan datang.

(2) Penafsiran _historicist_ (yang menekankan unsur sejarah) memandang kitab Wahyu sebagai suatu prakiraan nubuat dari seluruh perjalanan sejarah gereja sejak zaman Yohanes sampai pada zaman akhir.

(3) Penafsiran _idealist_ (yang menekankan pemikiran ideal) menganggap lambang-lambang dalam kitab ini sebagai hal yang mengungkapkan prinsip-prinsip rohani tertentu tentang kebaikan dan kejahatan dalam sejarah pada umumnya, tanpa menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwa nyata dalam sejarah.

(4) Penafsiran _futurist_ (dengan pandangan masa yang akan datang) mendekati pasal 4-22 (Wahy 4:1-22:21) sebagai nubuat tentang peristiwa-peristiwa dalam sejarah yang hanya akan terjadi pada akhir zaman ini. Pada hakikatnya Alkitab ini menafsirkan kitab Wahyu dari    sudut pandang futurist ini.

2.2.3.4              Maria dalam Kitab Wahyu

  • Yohanes, presbiter di Efesus, berada dalam pembuangan, menderita karena kesaksian imannya pada masa penguasa Romawi Momiziano. Dalam pembuangan dan penderitaan itu, ia mengalami penglihatan, suatu pengalaman mistik, yaitu Tuhan yang bangkit menampakkan diri kepadanya untuk memberikan hiburan dan kekuatan kepadanya dan kepada Gereja yang sedang menderita (Why 1 : 17). Yohanes menulis untuk menghibur dan memberikan semangat kepada Gereja yang sedang menderita dalam memberikan kesaksian imannya.
  • Pertanyaan dasar adalah apakah perempuan yang disebutkan dalam Wahyu bab 12 itu adalah Maria ? atau siapakah perempuan itu ?
  • Banyak ahli berpendapat bahwa perempuan yang dimaksudkan dalam Wahyu bab 12 itu pertama-tama adalah symbol umat Allah, symbol Israel dan symbol Gereja yang melahirkan anak-anak seturut gambaran Kristus.
  • Dalam teks ini, perempuan yang dimaksud adalah Maria. Tafsiran ini diperkuat oleh data bibles bahwa Maria adalah perempuan yang sudah diramalkan dalam Perjanjian Lama. Lukisan konflik antara perempuan dan naga dapat dihubungkan dengan kisah dalam Kejadian 3 : 15 – 16.
  • Wanita yang melahirkan Mesias digambarkan penuh penderitaan, sementara naga memusuhinya, melambangkan bangsa yang kudus pada zaman Mesias dan juga lambang komunitas Gereja yang mengalami penindasan.
  • Maria adalah wanita yang diberikan Kristus kepada Gereja, terutama kepada GEreja yang sedang menderita. Itulah sebabnya mengapa Yesus baru menyerahkan Maria, ibuNya kepada Gereja pada saat penderitaanNya di kayu salib. Dengan itu, Maria didaulatkan oleh Puteranya untuk selalu berada, hadir dalam Gereja, terutama Gereja yang mengalami penderitaan dan juga Gereja peziarah yang sedang dalam perjalanan untuk memberikan kekuatan iman sebagai murid setia Yesus. Maria menjadi ibu spiritual bagi Gereja.
  • Gereja menjadi ibu yang melahirkan anak-anaknya dalam iman kepada Yesus Kristus.









III
VIRGINITAS MARIA


3.1      Pengantar

Tema keperawanan [13] Maria merupakan pokok diskusi dan perdebatan banyak orang sejak awal kekristenan (sejak abad kedua). Ada yang menyangkalnya dan ada yang meragukan bahkan tidak percaya pada pernyataan doctrinal Gereja tentang keperawanan Maria. Pertanyaan mendasarnya adalah : “bagaimana mungkin seorang perempuan yang sudah melahirkan anak dikatakan tetap perawan ? “.
Ajaran tentang keperawanan Maria muncul sebagai reaksi terhadap perlawanan atas kodrat Yesus Kristus sebagai sungguh Allah dan sungguh manusia, khususnya terhadap perkandungan dan kelahiran secara perawan Yesus Kristus, seperti gnostisisme yang mengajarkan bahwa keselamatan manusia hanya dapat dicapai berkat pengetahuan khusus (gnosis) akan kebenaran spiritual atau seperti manicheisme yang mengajarkan bahwa dunia ini merupakan peleburan atau fusi dari unsure roh dan materi. Juga dikemukakan prinsip-prinsip kontras antara kebaikan dan keburukan.
Afirmasi Gereja Katolik tentang keperawanan Maria tercakup dalam pernyataan dan pewartaan iman mengenai peristiwa Yesus Kristus seperti yang tercantum dalam doktrin-doktrin Gereja yang disebut dogma. Kebenaran iman bahwa Maria adalah perawan meliputi tiga aspek, yaitu (1) virginitas ante partum, (2) virginitas in partu (VIP) dan (3) virginitas post partum (VPP). Mesipun demikian, soal keperawanan Maria ini tidak pernah didefinisikan secara formal oleh Gereja. Ketiga aspek itu tidak memiliki dasar yang kuat dalam Kitab Suci. Hanya virginitas ante partum yang disinggung dalam Kitab Suci. Sedangkan kedua aspek lain tidak dikatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci, tetapi lebih merupakan refleksi Gereja.

3.2      Virginitas ante Partum

Virginitas ante partum berarti Maria perawan ketika mengandung Yesus. Ini berarti bahwa Maria mengandung Yesus tanpa persetubuhan dengan seorang laki-laki sebagaimana lazimnya, tetapi hanya oleh pernaungan Roh Kudus. Maria menjadi Bunda Allah melalui kuasa Allah yang Mahatinggi dan anak yang dikandungnya tidak mempunyai bapa biologis.
Aspek pertama dari keperawanan Maria ini diterima dan diimani oleh Gereja tanpa ragu-ragu. [14] Hal ini bisa dilihat dari rumusan resmi Gereja mengenai Maria sebagai perawan yang terdapat dalam syahadat-syahadat, sejak syahadat yang disahkan dalam Konsili Nicea dan Konstantinopel. Kedua konsili ini sesungguhnya merumuskan iman Kristen kepada Yesus Kristus, yang di dalamnya Maria diikutsertakan : “ …Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria dan menjadi manusia”, dan formula iman ini terus didaraskan hingga sekarang dalam syahadat para Rasul : “ .. yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria”.
Dogma mengenai keperawanan Maria ante partum mengajarkan bahwa Maria menjadi bunda Allah melalui kuasa Allah yang Mahatinggi dan bahwa Puteranya Yesus dikandung tanpa campur tangan seorang laki-laki pun.
Rumusan iman yang dibuat Gereja mengenai keperawanan Maria ante partum mempunyai dasar dalam Kitab Suci. Penegasan tentang Maria sebagai perawan sangat mungkin berkembang dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam Yesaya 7 : 14 :

“ sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan dia Immanuel ”.

Apa yang dikatakan dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam injil Lukas 1 : 26 – 38 dilihat sebagai pemenuhan ramalan Yesaya. Yesaya menyebut seorang almah (perempuan muda, perawan) yang akan mengandung dan melahirkan Immanuel. Lukas menyebut Maria sebagai perawan pada ayat 27. Pertanyaan Maria : “bagaimana hal ini mungkin terjadi karena aku belum bersuami ? “ menegaskan bahwa Maria dalam keadaan perawan sebelum khabar malaikat datang, sekalipun Maria sudah bertunangan dengan Yusuf. Pertunangannya dengan Yusuf masih pada tahap erusin.
Jadi, sebelum menerima khabar dari malaikat, Maria memang perawan. Ia sudah dipertunangkan dengan Yusuf. Dalam tradisi Yahudi, pasangan yang sudah bertunangan pada tahap erusin bisa disebut sebagai suami-istri, tetapi mereka belum diizinkan untuk hidup bersama di rumah suaminya dan melakukan segala kewajiban suami-istri.

3.3      Virginitas in Partu

Virginitas in partu berarti Maria tetap perawan ketika melahirkan Yesus. Ini berarti Maria melahirkan Yesus secara ajaib tanpa merusakkan keutuhan keperawanannya secara biologis. Kelahiran Yesus tidak membuat rahim Maria terbuka dan konsekuensinya adalah bahwa kelahiran itu tidak merusakkan selaput darahnya. Karena itu, Maria tidak mengalami sakit bersalin dan semua unsure fisiknya tidak mengalami kerusakan, seperti tidak mengalami luka bersalin, pecahnya kantung ketuban, pemotongan plasenta. Seperti cahaya menembusi kaca tanpa merusakkannya, demikian pula Kristus keluar dari rahim Maria tanpa merusakkan keperawanannya. Kelahiran seperti ini melawan hukum alam.
Virginitas in partu merupakan suatu kelahiran ajaib. Ajaran ini melahirkan disukusi dan perdebatan yang panjang dan sulit untuk diterima secara rational. Kelahiran Yesus secara ajaib dari perawan Maria mirip dengan ajaran docetisme yang menganggap bahwa Yesus yang sesungguhnya Allah hanya menjadi seolah-olah manusia, karena Yesus tidak bisa menjadi manusia. Yesus tidak benar-benar menjadi manusia. Dalam usaha untuk melawan ajaran docetisme ini, Gereja menegaskan realitas kelahiran yang perawan sebagai suatu kelahiran. Penegasan ini sekaligus memperlihatkan posisi perawan Maria dalam melahirkan Yesus dengan alas an-alasan asketis/ spiritual sambil tidak menonjolkan keutuhan keperawanan secara fisik.
Kitab Suci tidak secara eksplisit berbicara tentang keperawanan Maria dalam melahirkan Yesus. Mateus menegaskan bahwa : “perawan itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang disebut Immanuel” (Mat 1 : 23). Teks ini dilihat sebagai pemenuhan Yesaya 7 : 14 tentang ramalan kedatangan Mesias yang lahir dari seorang perawan (almah).
Virginitas in partu berarti bahwa Maria tetap perawan bukan karena kesalehan Maria pribadi, melainkan karena Yesus Kristus, Tuhan dan Penyelamat, yang kudus, yang menjadi manusia dan sama dengan manusia dalam segala hal kecuali dalam hal dosa. Kerusakan biologis seorang perempuan dan penderitaannya waktu melahirkan adalah akibat dari dosa. Maria telah ditebus dari dosa oleh Kristus. Karena Maria dibebaskan dari dosa, maka ia menjadi tempat yang layak untuk Yesus Kristus. Jadi, keperawanan Maria dalam melahirkan adalah anugerah Allah. Allah mengkhususkan Maria untuk melaksanakan rencana keselamatanNya dalam inkarnasi PuteraNya Yesus Kristus.

3.4      Virginitas post Partum

Virginitas post partum berarti Maria tetap perawan setelah melahirkan Yesus. Keperawanan Maria ini bersifat permanent sepanjang umur, dalam arti setelah melahirkan Yesus, Maria tidak pernah melakukan persetubuhan dengan seorang laki-laki pun dan tidak melahirkan anak lain. Setelah melahirkan Yesus, Maria tetap memelihara keperawanannya secara sempurna dengan melepaskan hak dan kewajibannya dalam perkawinan demi melaksanakan kehendak Allah.
Aspek Virginitas post partum dari Maria tidak dinyatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci, tetapi dari kenyataan ini, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa jemaat Kristen perdana pada masa para rasul dan sesudahnya tidak mengetahuinya.
Kesulitan muncul ketika term atau ungkapan yang dipakai dalam Injil dipersoalkan oleh para penulis Kristen pada abad ketiga dan keempat, karena nampaknya mengindikasikan bahwa mungkin Maria mempunyai anak yang lain dalam perkawinannya dengan Yusuf setelah kelahiran Yesus.
Dalam injil Lukas 2 : 7 : “… dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung…”. Selain itu, Mateus juga menulis : “ Ia (Yusuf) tidak bersetubuh dengannya sampai Maria melahirkan anaknya laki-laki…” (Mat 1 : 25). Di samping itu, injil juga menyebut adanya “saudara-saudara” dan “saudari-saudari” Yesus (Mat. 12 : 46; Mrk 3 : 31 dan 6 : 3; Luk 2 : 20; Yoh 2 : 12 dan 7 : 3). Jadi, kenyataannya Injil menyebut secara jelas nama saudara-saudara Yesus, yakni Yakobus, Yosef, Simon dan Yudas, dan saudara-saudaranya perempuan (Mat 13 : 55; Mrk 6 : 3).
Ungkapan “anaknya yang sulung” (first- born) yang diaplikasikan kepada Yesus yang adalah Putera Tunggal Allah (the only Son of God) tidak dimaksudkan bahwa sebelum atau sesudah Yesus, Maria melahirkan anak lain. Setiap anak tunggal adalah anak sulung, tetapi tidak sebaliknya.
Sebutan “anaknya yang sulung” dipakai dalam konteks tradisi Yahudi yang mengenakan ritual khusus pada setiap anak pertama yang lahir, tanpa referensi pada anak-anak yang lahir kemudian. Menurut hukum Musa (Kel. 13 : 1. 1 : 16), setiap ibu setelah melahirkan anak sulung diharapkan melakukan sejumlah ucapara tertentu. Dengan demikian, bisa dimengerti bahwa injil merujuk kepada Yesus sebagai “anak sulung” dalam hubungan dengan upacara pentahiran di kenisah Yerusalem menurut hukum Musa (Luk. 2 : 21 – 40). Dalam konteks ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dengan menggunakan term “anak sulung” berarti Lukas menghubungkannya dengan pertanyaan apakah Maria mempunyai anak-anak lain setelah Yesus atau tidak.
Selanjutnya, ungkapan asli dari Mateus dalam Mat 1 : 25 : “ia tidak bersetubuh (dengannya sampai Maria melahirkan anaknya laki-laki) adalah “tidak mengenal dia” (he did not know her). Dalam bahasa Kitab Suci, kata mengenal dapat mengacu kepada hubungan seksual (bdk. Kej 4 : 1. 17; Luk 1 : 34). Tetapi yang dimaksudkan Mateus dengan ungkapan ini adalah penegasan bahwa Maria adalah perawan pada waktu Yesus lahir.
Persoalan lainnya adalah injil menyebut “saudara-saudara” dan “saudari-saudari” Yesus. Ungkapan biblis ini menjadi kesulitan dan persoalan mengenai keperawanan Maria yang permanent setelah melahirkan Yesus. Jika “saudara-saudara” dan “saudari-saudari” yang disebutkan di sini adalah anak-anak Maria, maka jelas bahwa Maria tidak perawan. Jika bukan, maka Maria adalah tetap perawan yang hanya mengandung dan melahirkan Yesus dari Roh Kudus, tanpa intervensi manusia, dalam hal ini Yusuf.
Diskusi tentang “saudara-saudara” dan “saudari-saudari” Yesus berpusat pada arti term Yunani adelphos. Term ini biasanya digunakan untuk saudara kandung atau saudara dari ibu yang sama, frater germanus. Tetapi, di banyak tempat dalam Perjanjian Baru, kata adelphos dapat merujuk kepada hubungan-hubungan lain, seperti saudara seagama (Rm. 9 : 3), tetangga (Mat 5 : 22 – 24), atau saudara sepupu (Mrk 6 : 17 -18).
Dalam Perjanjian Lama, kata Yunani adelphos kadang-kadang digunakan dalam pengertian yang luas untuk sanak saudara atau keluarga dekat, seperti sepupu, misalnya Lot yang adalah sepupu Abraham (Kej. 12 : 5) disebut saudara Abraham (Kej. 13 : 8), Yakob disebut saudara Ladan (Kej. 29 : 15) padahal dia adalah sepupu Laban (Kej 29 : 10). Penggunaan kata adelphos dalam Perjanjian Lama sepadan dengan term Aramik atau Ibrani ah yang dapat berarti saudara kandung, sedarah, atau juga sanak keluarga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan “saudara-saudara” Yesus bukanlah anak-anak Maria, melainkan saudara-saudara sepupu. Dari indikasi biblis ini, berarti Maria tidak mempunyai anak lain selain Yesus.

3.5      Kesimpulan

Virginitas ante partum, virginitas in partu dan virginitas post partum tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek ini merupakan satu kesatuan yang memperlihatkan keutuhan dan kepenuhan hidup dan pribadi Maria sebagai bunda Yesus Kristus, Putera Allah. Hanya dengan kepenuhan dan keutuhan keperawanan yang tetap seumur hidup baik jasmani maupun rohaninya, Maria dapat berpartisipasi secara penuh dalam karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus.










IV
DEVOSI KEPADA BUNDA MARIA


4.1    PENGERTIAN DEVOSI KEPADA MARIA

            Devosi kepada Bunda Maria adalah salah satu bentuk penghormatan khusus kepadanya, karena ia memiliki tempat dan peranan istimewah yang melebihi orang kudus lainnya. Karena itu, setiap umat Katolik harus memberikan penghormatan yang benar dan tepat kepadanya sesuai dengan peranan dan kedudukannya dalam sejarah tata penyelamatan.

4.2     DEVOSI KEPADA BUNDA MARIA DALAM GEREJA

Berbicara mengenai Maria berarti berbicara mengenai Gereja. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat karena sama-sama memiliki panggilan yang mendasar, yaitu panggilan keibuan.
            Maria adalah tipos Gereja (citra Gereja) terutama dalam hal kasih, iman, dan persatuannya dengan Yesus Kristus. Dalam ketaatan dan imannya, Maria menerima tawaran Allah untuk melahirkan Kristus yang adalah Kepala Gereja. Dalam konteks yang sama, Gereja pun secara terus-menerus akan melahirkan anggota-anggota Kristus melalui pewartaan dan permandian.
            Gereja menganjurkan devosi kepada Bunda Maria yang bersifat relatif, di mana tujuannya adalah untuk memuliakan dan meluhurkan nama Allah. Devosi kepada Bunda Maria harus dapat menghantar orang untuk sampai kepada Allah dan untuk merasakan kehadiran Allah dalam diri Maria.
            Gereja melalui ajarannya menganjurkan macam-macam bentuk dan sarana kesalehan terhadap Bunda Maria. Gereja di sini melaksanakan tugas yang dipercayakan Kristus, yakni memimpin umatnya dalam hal komunikasi iman. Dengan kata lain, Gereja sangat mendukung dan menganjurkan berbagai bentuk kesalehan, asalkan sesuai dengan doktrin dan sumber iman, yakni Kitab Suci.
            Devosi kepada Bunda Maria selalu disesuaikan dengan waktu dan zaman serta dilaksanakan secara tepat dan benar. Devosi kepada Bunda Maria harus didasarkan pada iman yang benar yang mendorong umat untuk mengakui keunggulan Bunda Maria sebagai ibu serta meneladani keutamaannya. [15]

4.3    SEJARAH PERKEMBANGAN DEVOSI KEPADA BUNDA MARIA
4.3.1  Devosi Umat Gereja Purba Terhadap Para Martir
           
            Devosi umat Gereja purba terhadap para martir dimulai pada sekitar tahun 150, di mana hari kematian para martir dianggap sebagai hari kelahiran baru. Para martir dihormati karena penderitaan dan kematiannya yang serupa dengan Yesus Kristus.
            Devosi kepada para martir dipengaruhi oleh penghormatan orang kafir terhadap para pahlawan, dan tokoh-tokoh legendaris, seperti Romulus dan Romus sebagai pendiri kota Roma. Namun, ada perbedaan yang sangat jelas antara tradisi penghormatan kepada para pahlawan kafir dengan adanya penghormatan kepada para martir. Penghormatan kepada para pahlawan dibuat dalam ibadat khusus, tetapi tidak ada hubungan dengan para dewa; sedangkan penghormatan kepada para martir dibuat dalam ibadat yang berhubungan dengan Kristus dan Allah.

4.3.2        Devosi Kepada Maria Ibu Yesus

            Devosi kepada Bunda Maria merupakan perkembangan lanjutan dari devosi kepada para martir. Perubahan dan perkembangan terjadi selama abad ke-4, ke-5, ke-7, dan pada zaman reformasi modern, yakni bahwa orang kudus ,selain para martir, mulai dihormati sebelum dan sesudah kematian.
            Bunda Maria dinilai sebagai orang kudus dan martir secara rohaniah. Karena itu, umat mulai berdoa dan menghormati Maria.

4.3.2.1              Abad IV

            Pada abad ini, agama Kristen diakui secara resmi oleh para kaiser. Untuk itu, penghormatan kepada para martir mulai dirohanikan. Sejak saat ini pula orang kudus, selain para martir, mulai dihormati.
            Pada abad ini pula, Maria Ibu Yesus mulai dihormati karena dinilai sebagai martir rohani. Devosi kepada Maria pada abad ini dimulai dengan keyakinan bahwa Maria adalah pelindung, martir rohani, dan Bunda Allah.

4.3.2.2              Abad V

            Devosi kepada Maria menjadi sangat subur pada abad ini ketika Konsili Efesus pada tahun 431 secara resmi memberikan gelar ”Bunda Allah” (theotokos) kepada Maria. Umat Efesus dengan bersemangat berseru : ”Maria theotokos” yang dikisahkan dalam Kis 19 : 23  ”Besarlah dewi Artemis”, yang merupakan dewi orang Efesus, yaitu dewi kesuburan, ibu perawan sebagai Bunda Allah, yang berarti menghormati dan menyembah dia sebagai dewi atau Bunda Allah.

4.3.2.3.            Abad VII

            Devosi rakyat kepada Maria pada abad ini mulai mempengaruhi ibadat resmi Gereja. Sejak saat ini pula mulai dirayakannya pesta-pesta yang berhubungan dengan riwayat hidup Maria, seperti pesta kelahiran Maria, pesta kabar gembira, pesta Maria mempersembahkan Yesus dalam Bait Allah, pesta Maria mengunjungi Elisabet, dan pesta Maria dikandung secara ajaib. Namun dalam perayaan ini, ibadat resmi Gereja tertuju kepada Allah tentunya dan bukan kepada Maria.
            Pada abad ini juga ditekankan bukan saja aspek keilahian Yesus, melainkan Yesus juga digambarkan sebagai raja yang maha dahsyat, hakim yang menakutkan, sehingga sulit berhadapan langsung dengan Yesus.[16] Karena itu, rakyat berlindung di bawah naungan ibu Yesus sebagai perantara kepada Yesus Kristus.



4.3.2.4              Zaman Reformasi Modern

            Devosi kepada Maria berkembang dan dikritik pada zaman ini. Para reformator dipelopori oleh Martin Luther yang melawan devosi rakyat yang dinilai tidak bersifat biblis dan terlepas dari Kristus. Mereka hanya mempertahankan devosi Maria dalam rangka kristologis.
            Pada zaman reformasi ini, terjadi polemik antara kelompok Protestan dengan pihak Katolik. Pertentangan itu berkaitan dengan peranan Maria dalam karya penyelamatan, di mana kelompok Protestan menolak peranan Maria dalam karya penyelamatan dengan alasan bahwa hanya Allahlah yang menyelamatkan, sedangkan Maria hanya manusia biasa yang menerima keselamatan. Sedangkan pihak Katolik justru semakin membela keistimewaan Maria dan peran aktifnya dalam karya penyelamatan. [17]
            Karena itu, berdasarkan pertentangan yang terjadi, dapatlah dijelaskan bahwa devosi kepada Bunda Maria harus berdasar pada gambaran tentang Maria dalam Kitab Suci, yaitu Maria sebagai orang yang beriman kepada Allah, yang rela mengambil bagian dalam melaksanakan rencana dan karya agung Allah.

4.4            DASAR BIBLIS DEVOSI KEPADA MARIA dalam Injil Lukas 1 : 48- 49

            Penegasan injil Lukas dipakai sebagai dasar devosi kepada Maria, yaitu :
Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku yang berbahagia, karena Allah telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku (Luk 1 : 48- 49).


            Berdasarkan teks Lukas tersebut, dapatlah kita pahami bahwa umat Allah menghormati Maria karena perbuatan besar dari Allah. Penghormatan kepada Maria bukan karena keberhasilan atau prestasi yang dicapai Maria, melainkan karena Allah sebagai pusat dan tujuan iman. Perbuatan besar yang dilakukan Allah kepada Maria yang telah nyata adalah masuknya Maria dalam persekutuan para kudus di surga.[18]  Dengan demikian, Maria sungguh beda dengan para kudus lainnya.

4.5            BENTUK-BENTUK DEVOSI KEPADA MARIA
4.5.1        Doa Kepada Maria

            Doa kepada Maria berisikan doa yang ditujukan kepada Allah sambil menyebut peran Maria sebagai alasan doa yang langsung ditujukan kepada Allah. Doa kepada Maria memiliki beberapa bentuknya. Bentuk-bentuk doa yang paling populer dan paling sering dipraktekkan adalah doa Salam Maria, doa Angelus (malaikat Tuhan), doa rosario, dan litani Santa Perawan Maria.
            Doa kepada Maria pada umumnya berisi maksud yang sangat konkret dan realistis, yang bertitik tolak pada pengalaman hidup sehari-hari dan pada kebutuhan hidup.
4.5.2        Patung Maria

            Dalam ibadat umat Katolik, ada kebiasaan untuk menunjukkan rasa cinta, rasa hormat kepada Maria, yaitu dengan mengarak-arak patung Maria, berdoa di depan patung Maria, dan sebagainya. Praktek  penghargaan dan penghormatan ini tidak ditujukan kepada patung sebagai sebuah benda, tetapi sebagai simbol penghargaan dan penghormatan kepada pribadi Maria.
            Meskipun demikian, kebiasaan-kebiasaan di atas seringkali dipahami secara keliru, di mana muncul anggapan publik bahwa kebiasaan-kebiasaan seperti itu adalah salah satu bentuk penyembahan berhala. Terhadap anggapan seperti ini, sesungguhnya, dapat dijelaskan bahwa kebiasaan-kebiasaan itu tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk penyembahan berhala, karena dalam pelaksanaannya, umat Katolik tidak menyembah patung itu sebagai salah satu benda, sesuai dengan hakekatnya, tetapi umat Katolik menggunakan patung itu sebagai sarana untuk berdoa kepada Sang Bunda. Umat Katolik yakin dan percaya, bahwa melalui Bunda Maria dan dengan perantaraan Puteranya, Allah akan mendengarkan dan memperhatikan segala doa. Dengan demikian, umat Katolik tidak berdoa kepada patung sebagai salah satu benda, tetapi kepada Bunda Maria.

4.5.3        Ziarah

            Ziarah merupakan fenomena religius yang bersifat umum. Kebiasaan untuk berziarah bukan saja menjadi kebiasaan umat Katolik saja, melainkan juga telah menjadi kebiasaan universal, di mana suatu bangsa atau negara dan suatu agama memahami ziarah sebagai salah satu fenomena religius yang memiliki makna sakral.
            Pada umat Katolik, kebiasaan berziarah mulai berkembang ketika para martir menjadi sasaran devosi rakyat. Dalam perkembangan selanjutnya, Maria pun menjadi tujuan umat berdevosi yang disalurkan dalam bentuk ziarah.
            Obyek ziarah yang biasa menjadi tujuan umat dalam berdevosi kepada Maria adalah gambar-gambar dan tempat penampakkan Maria. Tempat penampakkan Maria biasanya menjadi tempat utama berziarah, karena Maria tidak mempunyai makam yang bisa dijadikan tempat untuk berziarah. Maria diangkat ke surga dengan seluruh jiwa-raganya. Tempat berziarah yang paling banyak dikunjungi adalah Lourdes dan Fatima.
            Gereja memahami ziarah sebagai perjalanan tobat, olah askese, dan sebagai salah satu bentuk untuk melaksanakan puasa. Ziarah juga dipandang sebagai ungkapan iman umat yang sedang berziarah ke tanah air surgawi (bdk. Lumen Gentium art. 48). [19]  Ziarah merupakan devosi umat yang mampu menampilkan dimensi kesatuan Gereja, karena pada umumnya para peziarah berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa. [20]  Ziarah juga diyakini sebagai sarana untuk menciptakan perdamaian dunia.

4.6      BENTUK-BENTUK DOA KEPADA MARIA
4.6.1        Doa Angelus (Doa Malaikat Tuhan)

Doa angelus atau doa malaikat Tuhan telah dikenal sejak abad ke-16 yang mulai dipraktekkan dan diperkenalkan kepada umat oleh para pengikut St. Fransiskus dari Asisi. Doa ini biasanya didaraskan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pada waktu pagi (biasanya pada pukul enam), pada siang hari (biasanya pada pukul dua belas), dan pada waktu sore hari (biasanya pada pukul enam).
            Doa angelus atau doa malaikat Tuhan dilakukan oleh umat biasa dengan maksud untuk menggantikan ibadat harian (yang biasa disebut doa brevir) yang merupakan doa khusus yang wajib dilakukan oleh para klerus. Melalui doa angelus atau doa malaikat Tuhan ini, umat menghormati dan mengenangkan peristiwa penyelamatan dan misteri penjelmaan Allah.
            Doa angelus  atau doa malaikat Tuhan ini terdiri dari empat bagian yaitu Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan maka ia mengandung dari Roh Kudus, Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataan-Mu, Sabda sudah menjadi daging dan tinggal di antara kita, Doakan kami ya Santa Bunda Allah supaya kami dapat menikmati janji Kristus. Pada setiap bagiannya terdapat seruan dan jawaban yang kemudian ditutup dengan doa khusus ´Salam Maria’ yang menunjukkan peranan dan keikutsertaan Maria dalam peristiwa penyelamatan, di mana Maria tampil sebagai perantara yang turut berdoa.

4.6.2        Doa Rosario

            Rosario artinya karangan bunga mawar yang memiliki warna yang bermacam-macam, seperti merah, putih, kuning, dan sebagainya. Warna-warna itu mempunyai arti simbolik. Berdoa rosario sudah dikenal sejak abad ke- 13 dan menjadi suatu kebiasaan umum sejak abad ke- 15 yang didukung oleh para pengikut Santu Dominikus. Pada waktu berdoa rosario, doa ”Salam Maria” didaraskan 150 (seratus lima puluh) kali. Angka 150 (seratus lima puluh) pada doa rosario  sesuai dengan jumlah bab yang ada pada kitab Mazmur.
            Pada masa sebelum praktek doa rosario menjadi kebiasaan umum, umat diwajibkan untuk selalu membaca kitab Mazmur yang terdiri dari 150 (seratus lima puluh) bab itu. Tetapi, karena sebagian besar umat tidak bisa membaca buku maka untuk menggantikan kebiasaan membaca kitab Mazmur, umat yang tidak bisa membaca buku diwajibkan untuk berdoa rosario dengan mendaraskan doa ”salam Maria” sebanyak 150 (seratus lima puluh) kali. [21]  Dengan demikian, pada awalnya, doa rosario adalah doa yang dilakukan untuk menggantikan kewajiban membaca kitab Mazmur. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, doa rosario menjadi doa umum. Sebab, terlepas dari terpelajar atau tidaknya seseorang, doa rosario merupakan doa yang mudah, sederhana, dan praktis untuk mengungkapkan iman semua umat kristiani.

4.6.3        Litani Santa Maria

            Dalam Gereja Katolik, ada enam litani yang sangat dikenal umat, yaitu litani para kudus, litani nama Yesus, litani darah mulia, litani Santu Yusuf, dan litani Santa Perawan Maria.
            Litani Santa Perawan Maria sudah dikenal sejak tahun 1200-an. Pada tahun 1531, litani Santa Perawan Maria dipakai untuk pertama kalinya di Loreto (Italia) dan pada tahun 1550, litani Santa Perawan Maria diresmikan sebagai salah satu bentuk doa dalam Gereja Katolik.
Doa dalam bentuk litani merupakan satu doa yang terdiri atas serangkaian permohonan yang dibawakan oleh seorang pemimpin dan ditanggapi oleh jemaat yang ikut serta dalam doa tersebut. Dalam kaitannya dengan litani Santa Perawan Maria, Maria ditempatkan dalam kerangka kristologis dan soteriologis. Dalam litani tersebut, meskipun Maria disebutkan dengan berbagai macam gelar, namun doa si pendoa tetap terarah kepada Kristus dan Allah. [22]  Dalam hal ini, Maria tampil sebagai pendoa bagi umat dan bersatu dengan orang-orang yang berdoa bersamanya.

4.7      AJARAN RESMI GEREJA

            Berkaitan dengan ajaran resmi Gereja tentang devosi kepada Maria, penulis akan menyoroti tiga  ajaran, yaitu ajaran dari Konsili Vatikan II, khususnya dari Lumen Gentium bab VIII, dan ajaran dari Paus Paulus VI serta Paus Yohanes Paulus II.

4.7.1        Ajaran Konsili Vatikan II (LG. Bab VIII)

            Konstitusi Lumen Gentium bab VIII berbicara secara khusus tentang Maria, di mana Maria ditempatkan secara prinsipiil sebagai anggota Gereja, namun memiliki peranan dalam karya penyelamatan. Ajaran konsili ini menampilkan dua artikel yang menyoroti soal kebaktian di dalam Gereja kepada Santa Maria, yaitu artikel 66 dan artikel 67.

4.7.1.1              Artikel 66

            Artikel ini menjelaskan tentang makna dan dasar kebaktian kepada Santa Perawan Maria. Maria mendapat berkat rahmat dari Allah, dan dalam misteri serta karya Kristus, Maria mendapat tempat yang istimewa. Karena itu, Maria patut dihormati secara khusus oleh Gereja.
            Ajaran tentang Maria sebagai Bunda Allah sudah dinyatakan sejak Konsili Efesus pada tahun 431, dan sejak setelah konsili ini kebaktian umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan.[23]  Meskipun demikian, kebaktian kepada Maria itu berbeda secara hakiki dengan penyembahan kepada Allah sebagai sumber segala sesuatu. Kebaktian kepada Maria merupakan bentuk penghormatan, karena Maria menduduki tempat pertama dan terhormat sebagai teladan luhur di antara orang kudus.

4.7.1.2              Artikel 67

            Artikel ini berbicara tentang semangat mewartakan dan kebaktian kepada Santa Perawan Maria. Konsili mendorong semua orang Kristen supaya dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Maria, terutama dalam hal-hal yang bersifat liturgis. Gereja juga memberikan penegasan kepada umat agar dalam usaha memandang martabat Maria yang istimewa tersebut, umat harus menghindari segala sikap batin yang berlebihan dalam hal penghormatan kepada Maria.
            Bunda Maria hendaknya dihormati secara benar dan tepat sesuai dengan kedudukan dan peranannya dalam karya penyelamatan. Kebaktian dan penghormatan yang sejati kepada Maria harus bersumber pada iman yang sejati.[24]  Orang Kristen diajak untuk mengakui keunggulan Bunda Maria dan didorong untuk mencintai serta meneladani keutamaan-keutamaannya.

4.7.2        Ajaran Paus Paulus VI

            Paus Paulus VI, dalam ensikliknya Marialis Cultus (Devosi Kepada Maria), menyajikan dan menyelidiki kembali ajaran-ajaran sebelumnya mengenai Maria dengan memberi komentar tentang devosi yang baru kepada Maria.
            Paus Paulus VI mengemukakan dua komentarnya. Pertama, Maria sebagai seorang wanita dipanggil untuk menyertai Kristus dalam karya penebusan, di mana melalui Maria, Kristus datang untuk memulai karya-Nya, yaitu menyelamatkan semua orang. Kedua, Paus Paulus VI menjelaskan kembali gelar yang diberikan kepada Maria sebagai Bunda Allah, bahwasanya Maria adalah bunda dari seluruh Tubuh Kristus. Paus juga memberikan penegasan bahwa sebagai Bunda umat beriman, Maria dipanggil untuk memelihara dan menjadi perantara umat kepada Allah Bapa.
            Paus Paulus VI juga menghimbau umat kristiani untuk selalu menyebutkan nama Maria dalam banyak doa yang dipakai dalam perayaan ekaristi. Ia juga menekankan pentingnya doa angelus (doa Malaikat Tuhan) dan doa rosario yang merupakan doa khas kepada Maria, dan karena itu doa-doa tersebut harus tetap dijalankan dengan penuh iman.[25]

4.7.3        Ajaran Paus Yohanes Paulus II

            Paus Yohanes Paulus II memiliki devosi yang sangat besar kepada Maria. Salah satu hal yang menunjukkan betapa besar cintanya kepada Maria sangat nampak pada lambang kepausannya, di mana pada lambang kepausannya terdapat sebuah huruf, yaitu huruf ” M ”, sebagai akronim dari nama Maria.
            Paus Yohanes Paulus II, dalam eksiklik  Redemptoris Mater  yang bersumber pada Kitab Suci, tradisi, dan ajaran-ajaran Konsili Vatikan II, berbicara secara khusus tentang Maria sebagai Bunda Penyelamat. Ia juga menulis satu bab untuk Maria dalam buku yang berjudul Grossing the Threshold of Hope, di mana di dalam buku tersebut Paus berbicara tentang penyerahan dirinya kepada Maria, dan salah satu bentuk penyerahan dirinya kepada Maria sangat nampak dalam moto kepausannya, yaitu Totus Tuus, yang berarti ”segenap diriku untuk Maria”. Motto tersebut juga sebagai ungkapan pengalaman hidup Paus dengan Maria.
            Motto Totus Tuus diinspirasi oleh ajaran Santu Montfort yang menjelaskan bahwa devosi kepada Maria harus berpusat pada Kristus dan berakar di dalam misteri Tritunggal Maha Kudus, misteri inkarnasi, dan karya penebusan. [26]



4.8      DEVOSI YANG BENAR KEPADA MARIA
4.8.1        Aspek-Aspek Devosi yang Benar Kepada Maria
4.8.1.1              Per Mariam ad Jesum

            Per Mariam ad Jesum adalah satu ungkapan bahasa Latin yang secara harafiah berarti ”melalui Maria menuju Yesus”. Ungkapan ini menunjukkan satu arah hidup beriman yang benar, yakni percaya kepada Kristus sebagai juru selamat. Ungkapan ini juga berarti bahwa segala doa dan kebaktian yang dilakukan dalam bentuk penghormatan kepada Bunda Maria akan sampai pula kepada Tuhan Yesus Kristus.
            St. Montfort menjelaskan lebih lanjut ungkapan tersebut, yaitu bahwa bila Bunda Maria dihormati, maka Yesus pun sebagai Putera-nya akan dikenal, dicintai dan dimuliakan oleh siapa saja yang berdoa. Karena itu, ungkapan ”melalui Maria menuju Yesus” menjadi kalimat penuntun bagi umat beriman Katolik dan menjadi kekuatan dalam upaya mencari kerajaan Allah. Ungkapan ini menunjukkan arti devosi atau penghormatan yang benar kepada Maria.

4.8.1.2              Misteri Inkarnasi

            St. Montfort menjelaskan inkarnasi sebagai misteri sentral dari sejarah keselamatan. Peran Maria dalam inkarnasi merupakan dasar atau landasan bagi perannya dalam kehidupan Gereja. Karena itu, peran Maria dalam kehidupan Gereja saat ini adalah sebagai ibu (spiritual maternity) dan sebagai teladan bagi umat, sehingga umat beriman semakin bersatu dan serupa dengan Kristus.
            Peran fundamental Maria dalam inkarnasi adalah sebagai Bunda Allah (divine maternity). Allah, di dalam inkarnasi, bekerja sama dengan Maria dan Maria tetap melibatkan dirinya secara total dalam karya penyelamatan selanjutnya, yaitu dengan melahirkan kembali umat manusia agar umat manusia semakin serupa dengan Kristus.

4.8.1.3              Kristologi Trinitarian

            St. Montfort mengatakan bahwa Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, harus menjadi tujuan akhir segala bakti manusia. Kebaktian yang tidak tertuju kepada Yesus Kristus adalah kebaktian yang tidak tepat dan menyesatkan serta menunjukkan ketidakadilan. Sebaliknya, jika manusia hidup di dalam Yesus dan Yesus hidup di dalam diri manusia maka manusia tidak perlu takut akan penghukuman (Rom. 8 : 1) Melalui Yesus Kristus, di dalam Yesus Kristus, dan dengan Yesus Kristus, setiap orang beriman akan sanggup menyampaikan segala hormat dan pujian kepada Bapa dalam persatuan dengan Roh Kudus, sehingga umat beriman akan menjadi lebih sempurna. Jika umat beriman menyebarluaskan kebaktian kepada Maria, maka itu berarti bahwa semuanya dilakukan supaya kebaktian kepada Kristus disebarluaskan dengan lebih sempurna. Devosi kepada Maria harus memiliki relasi yang mesra dengan Yesus Kristus, karena jika devosi kepada Maria menjauhkan umat beriman dari Yesus Kristus maka kebaktian tersebut adalah bentuk kebaktian yang menyesatkan.

4.8.1.4              Totalitas

            Devosi terdiri dari suatu penyerahan diri yang seutuhnya kepada Santa Perawan Maria, supaya melalui dia umat beriman menjadi milik Yesus Kristus sepenuhnya. Setiap umat beriman harus memberikan segala sesuatu yang merupakan miliknya kepada Bunda Maria. Pemberian itu adalah pemberian tanpa syarat atau tanpa menuntut atau mengharapkan adanya balasan.

4.8.1.5              Marial

            Pemberian diri seutuhnya kepada Maria bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, sehingga umat beriman dalam totalitasnya menjadi milik Yesus Kristus. Montfort mengatakan bahwa devosi yang sempurna adalah devosi yang membuat setiap orang beriman semakin serupa, semakin disatukan dan dibaktikan secara paling sempurna pada Kristus. Maria adalah makhluk ciptaan yang paling serupa dengan Yesus Kristus.[27] Dengan demikian, kebaktian yang sempurna kepada Kristus adalah kebaktian yang sempurna dan seutuhnya kepada Perawan Maria.

4.9      PRAKTEK KHUSUS DEVOSI KEPADA MARIA
4.9.1        Praktek Lahiriah
4.9.1.1              Mahkota Kecil

            ”Mahkota kecil” adalah salah satu bentuk doa kepada Santa Perawan Maria, yang terdiri atas tiga bagian, yaitu tiga doa Bapa Kami dan dua belas doa Salam Maria untuk menghormati kedua belas hak istimewa dan gelar kehormatan yang diberikan kepada Maria. Salah satu hak istimewa Maria adalah sebagai pengantara antara Allah dan manusia.
            Praktek doa ini didasarkan pada Kitab Suci, khususnya pada kitab Wahyu, di mana penulis menceritakan kesaksiannya yang melihat seorang wanita yang berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya (Why 12 : 1). Para ahli tafsir Kitab Suci memberikan tafsiran bahwa wanita itu adalah Perawan Maria.

4.9.1.2              Hari Raya Kabar Sukacita Kepada Maria

            Setiap orang beriman hendaknya memiliki devosi khusus kepada Maria, khususnya pada hari raya Kabar Sukacita kepada Maria yang dirayakan pada setiap tanggal 25 Maret tiap tahunnya, di mana makna dari hari raya tersebut adalah memperingati peristiwa agung penjelmaan Sabda menjadi manusia. Setiap orang berdevosi karena telah diinspirasi oleh Roh Kudus berdasarkan alasan untuk berterima kasih kepada Allah atas karunia yang diberikan-Nya kepada Maria, terutama dengan memilih Maria menjadi Bunda Yesus.
            Menurut St. Montfort misteri utama yang dirayakan dan dihormati dalam kebaktian ini adalah peristiwa penjelmaan, di mana di dalam misteri ini, Yesus diimani di dalam Maria. Misteri inkarnasi juga menunjukkan adanya persatuan yang abadi antara Yesus dan Maria.[28]

4.9.1.3              Doa Salam Maria

            Doa Salam Maria yang asli terdapat di dalam Alkitab, yaitu berhubungan erat dengan sukacita terbesar dalam kehidupan Maria, yaitu saat penjelmaan Juru Selamat dalam rahimnya. Doa Salam Maria terdiri atas tiga bagian, yaitu Salam dari malaikat, salam dari Elisabet, dan doa yang ditambahkan oleh Gereja.
            Sebuah penyelidikan ilmiah menjelaskan tentang doa Salam Maria, yaitu bahwa kedua bagian pertama dari doa Salam Maria dijadikan populer pada abad XII, sedangkan bagian ketiganya diterima umum pada abad XV dan serentak menjadi doa kristiani yang pokok dan isinya sangat sederhana yang menunjukkan hubungan dan rasa cinta yang mesra dari umat kepada Bunda Maria.

4.9.2        Praktek Batiniah
4.9.2.1              Melalui Maria

            St. Montfort mengatakan setiap orang kristiani harus selalu bertindak melalui Maria. Artinya dalam segala hal umat harus taat kepada Maria di bawah bimbingan Rohnya yang adalah Roh Allah. Dengan demikian setiap orang dapat menjadi anak-anak Allah. Roh itu bersifat lembut, penuh semangat, rendah hati, murni, dan subur. Setiap orang yang mau dibimbing oleh Roh harus menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah.

4.9.2.2              Dengan Maria

            Tindakan yang dilakukan ”dengan Maria” berarti Maria dilihat sebagai model yang sempurna dari setiap keutamaan yang dibentuk oleh Roh Kudus, agar setiap umat kristiani dapat meneladaninya sesuai dengan kemampuannya masing-masing yang terbatas.
            Keutamaan-keutamaan yang harus diteladani dari Maria adalah hidup penuh iman, memiliki kerendahan hati, suci, murni dan penuh ketaatan kepada ”kehendak Allah”.

4.9.2.3              Dalam Maria

            Perawan Maria adalah taman firdaus sejati dari Adam baru, yaitu Yesus Kristus. St. Montfort mengatakan setiap orang kristiani harus hidup penuh kesetiaan kepada Allah, hidup dalam suasana damai, hidup penuh iman, sehingga setiap orang kristiani dapat tinggal di dalam batin Maria, dan demikian siapa saja dapat menerima rahmat dan kerahiman keibuannya.
            Setiap orang yang secara rohani telah tinggal di dalam perawan Maria tidak akan melakukan kejahatan besar (Sir 24 : 30), dan dengan demikian perbuatan-perbuatan dosa yang melanggar kehendak Allah dapat dihindarkan.

4.9.2.4              Untuk Maria

            Setiap orang kristiani harus melakukan segala tindakan untuk Maria sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Maria. Yesus Kristus merupakan tujuan akhir seluruh pengabdian umat, sedangkan perawan Maria adalah tujuan dekat. Maria merupakan lingkungan hidup yang penuh rahasia, dan Maria sebagai sarana yang mudah untuk sampai kepada Yesus Kristus.[29]

4.10  SIKAP-SIKAP YANG KELIRU DALAM BERDEVOSI KEPADA MARIA
4.10.1    Orang yang ”Sok” Suci

            Sikap- sikap negatif yang bisa muncul karena adanya kebiasaan berdevosi adalah sikap yang menganggap diri suci, saleh, kudus, taat atau setia kepada Tuhan. St. Montfort mengatakan sikap-sikap tersebut justru akan melepaskan hidup manusia dari kerangka relasi mesra dengan Allah dan yang dapat menggeser misteri Allah dari pusat iman. Selain itu, sikap-sikap yang menganggap diri sendiri sebagai pribadi yang suci adalah sikap-sikap yang berusaha menyembunyikan dosa dan kebiasaan buruk. Pada umumnya, sikap ”sok” suci seperti di atas hanyalah topeng untuk menutupi diri yang penuh dosa dan takut dinilai tidak beriman oleh orang lain.

4.10.2    Iman Yang Dangkal
St. Montfort mengatakan penghormatan atau kebaktian kepada Bunda Maria dengan berdasarkan iman yang dangkal adalah bentuk kebaktian yang hanya menyoroti aspek lahiriah saja dan mengabaikan aspek batiniah, seperti berdoa rosario hanya karena rutinitas, mengikuti perayaan ekaristi tanpa adanya perhatian dan konsentrasi berdasarkan keyakinan atau tanpa adanya pembaharuan hidup, atau berdevosi kepada Bunda Maria tanpa adanya aksi nyata dengan meneladani keutamaan-keutamaan Maria, dan sebagainya.

4.10.3    Egoisme
Egoisme adalah suatu sikap yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi. St. Montfort mengatakan kebaktian kepada Bunda Maria yang berdasarkan sikap yang egois berati kebaktian yang dilakukan hanya demi kepentingan atau kebutuhan pribadi, misalnya orang berdoa rosario hanya di saat dilanda kesusahan, atau berdoa rosario hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada saat menempuh ujian (untuk siswa atau mahasiswa) atau merayakan ekaristi hanya demi kesembuhan dari penyakit, dan sebagainya. Kebaktian seperti ini hanya mementingkan aspek lahiriah atau kebaktian yang bersifat momental.

4.10.4    Tidak Memiliki Pendirian

Sikap seseorang yang tidak memiliki pendirian berarti sikap yang tidak memiliki prinsip dalam hidup, yang tidak setia, penuh kebimbangan, dan tidak teguh dalam mempertahankan iman. Berkaitan dengan devosi kepada Maria, orang yang memiliki tipe seperti di atas dapat dilihat pada sikap-sikap, seperti pada saat-saat tertentu seseorang memiliki semangat untuk melakukan kebaktian kepada Bunda Maria, tetapi pada kesempatan lain orang yang bersangkutan tidak setia dalam meneladani keutamaan-keutamaan Maria.[30] St. Montfort mengatakan seorang kristiani yang memiliki sikap tanpa pendirian adalah seorang kristiani yang tidak diperhitungkan sebagai pelayan Maria yang setia.
PENUTUP



Maria adalah pribadi yang secara utuh membaktikan dirinya kepada Yesus Kristus dengan kesediaannya untuk mengembang tugas sebagai Bunda Allah dalam iman, dan dengan ketaatan total kepada penyelenggaraan ilahi. Dengan demikian, Maria adalah teladan bagi gereja, sebab di dalam Maria tampak sejarah keselamatan. Hal serupa ditegaskan pula oleh seorang teolog, yaitu Karl Rahner yang mengemukakan salah satu ciri khas gereja atau iman yang tampak dalam agama katolik, yaitu bahwa agama katoliik adalah agama yang satu-satunya membutuhkan kehadiran seorang ibu. Kehadiran ibu Maria mutlak dibutuhkan dalam agama katolik karena pada Maria, dalam Maria, dan melalui Maria menjadi nyata peranan manusia dalam sejarah dan di dalam tata penyelamatan.
Bunda Maria telah menuntun Gereja untuk mengambil bagian di dalam keutamaan-keutamaannya, sehingga gereja pun dengan penuh keyakinan mampu berkata : ”aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu (bdk. Luk 1 : 32)”.  Jadi, Maria adalah perantara setia bagi umatnya, dan Maria adalah teladan bagi setiap orang untuk semakin mendekatkan diri pada Yesus Kristus.













DAFTAR PUSTAKA


Barker, A. 1998. Ajaran Iman Katolik.  Yogyakarta : Kanisius.

Boli Ujan, Bernard. 2005.Doa Rosario, Ende: Nusa Indah.

Darminta, J. 1995. Mistik Devosi dan Hidup Rohani. Yogyakarta : Kanisius.
Dokumentasi dan Penerangan KWI (ed.). 1993. Dokumen Konsili Vatikan II, terjemahan R. Hardawiryana.  Jakarta : Obor.
Groenen, C. 1980. Mariologi- Teologi dan Devosi. Yogyakarta : Kanisius.
Hadiwijono, H.  1986. Iman Kristen.  Jakarta : Gunung Mulia.
Hama, F. 1987. Iman dan Perasaan.  Yogyakarta : Kanisius.
Hardawiryana, R. 1993.Dokumen Konsili Vatikan II, Dokumen dan Penerangan KWI, Jakarta : Obor.

Harjawiyata, Frans. 1993. Kehidupan Devosional. Yogyakarta : Kanisius.
Kirchberger, George. 1988. Dogma-Dogma tentang Maria, dalam Maria, Seri Pastoralia, Seri XIV/ 2/ 1988, Maumere : STFK Ledalero.

Kristiyanto, A. Eddy. 1987. Maria dalam Gereja, Yogyakarta: Kanisius.

Maric, Gabriel. 1998. St. Montfort : Sang Peziarah Injil. Yogyakarta : Kanisius.
Martasudjita, E. 1999. Pengantar Liturgi : Makna, Sejarah, dan Teologi. Yogyakarta : Kanisius.
Montfort, Louis G. 2000. Bakti Sejati Kepada Maria, terjemahan Isak Doera. Yogyakarta : Kanisius.
__________________ 2004, St. Montfort Bentara Bunda Allah, terjemahan Serikat Maria Montfortan (SMM).  Bandung : SMM.
Noumen, Henri. 1998. Dari Budi Turun Ke Hati. Yogyakarta : Kanisius.
Patrick, Gaffney. 1988. Hidup dan Spiritualitas St. Montfort.  Bandung : SMM.
Paulus II, Yohanes. 1995. Melintasi Ambang Pintu Harapan, terjemahan Penerbit Obor.  Jakarta : Obor.
Prasetyantha, Y. B. 2007. “Aktualitas Kristologi Montfort”. Makalah Semiar. Bandung : SMM.
Purnomo, Aloys Budi. 2002. Bunda Maria Teladan Iman Kita. Yogyakarta : Pustaka Nusantara.
Publikasi Redemptoris. 2000. Kisah Mengenai Devosi, terjemahan Hendrik Berybe dan Paulus Dwiyaminarta.  Jakarta : Obor.
Setyawan, A. 2001. Saat Tuhan Tiada. Yogyakarta : Kanisius.

Soetoprawiro,Koerniatmanto. 2003. Bukan Kapitalisme- Bukan Sosialisme, Yogyakarta : Kanisius.

Suhardi, Arnold. 2004. St. Montfort Guru dan Pembimbing Sepanjang Tahun. Bandung : Seminari Montfort.
Sumardi, Vinsen. 2004. Relevansi Pembaktian Diri Kepada Yesus Melalui Maria Menurut Montfort.  Bandung : SMM.
Tisera, Guido. 1988. “Maria Menurut Kitab Suci“dalam Pastoralia Seri XIV/ 2, Ende : Nusa Indah.
Widwiatmono, Benediktus. 2003. “II Grande Paus Paulus II“. Mingguan Hidup. No. 42. 19 Oktober.
Ujan, Bernard Boli. 2005. Doa Rosario. Ende : Nusa Indah.
Widwiatmono, Benediktus. 2003. “Il Grande Paus Paulus II”. Mingguan Hidup No. 42. 19 Oktober.




BAHAN TAMBAHAN

BAB V
MARIA DALAM YESUS KRISTUS
DAN
KARYA PENYELAMATANNYA


5.1    Maria dan Asal-Usul Yesus
5.1.1        Asal-Usul Yesus

Kisah kelahiran Yesus diceritakan secara paling lengkap dalam Injil Lukas (bab 1-2). Injil Matius (bab 1-2) juga mengisahkan masa kanak-kanak Yesus, tetapi dengan lebih berpusat pada St. Yusuf. Di sana dibicarakan kebingungan Yusuf, ketika menyadari bahwa Maria mengandung, sementara kelahiran Yesus sendiri tidak diceritakan.
Dalam cerita mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah kelahiran Yesus ada perbedaan antara Lukas dan Matius. Lukas mengisahkan tentang kedatangan para gembala (Luk.2:8-20), penyunatan dan penyerahan Yesus di kenisah (Luk.2:21-40) dan Yesus yang pada umur 12 tahun tinggal di kenisah (Luk.2:41-52). Sedangkan Matius menceritakan kunjungan para Sarjana dari Timur (Mat.2:1-12), pengungsian ke Mesir (Mat.2:13-15. 19-23) dan pembunuhan kanak-kanak di Betlehem (Mat.2:16-18).
Mat 1-2 dan Luk 1-2 mempunyai cirri-ciri tersendiri. Keduanya tidak bermaksud memberikan informasi baru, tetapi menerangkan misteri Kristus sebagai manusia yang adalah Anak Allah. Gereja tidak hanya bertanya siapa Yesus, tetapi juga darimana Ia datang dan bagaimana semua itu terjadi. Soal itu dijawab oleh Matius dan Lukas, masing-masing dengan caranya sendiri, meski keduanya mengajarkan hal yang sama, yakni :
1)      Maria, Ibu Yesus, adalah seorang perawan (Mat 1 : 18. 24- 25; Luk 1 : 27. 34; 2 : 4- 7)
2)      Maria menerima kabar dari malaikat mengenai anak yang akan dilahirkannya (Mat 1 : 20- 21; Luk 1 : 28- 30)
3)      Maria akan mengandung karena Roh Kudus (Mat 1 : 18; Luk 1 : 35)
4)      Yusuf, yang adalah keturunan Daud, tidak tahu mengenai hal itu (Mat 1 : 16. 20; Luk 1 : 27; 2 : 4)
5)      Anak yang akan lahir harus diberi nama Yesus (Mat 1 : 21; Luk 1 : 31), sebab Ia adalah Penyelamat (Mat 1: 21; Luk 2: 11), anak Daud (Mat 1 : 1; Luk 1 : 32)

Di samping lima hal pokok itu juga diceritakan bahwa Yesus lahir di Betlehem (Mat 2: 1; Luk 2: 4- 7), sesudah itu Maria dan Yusuf menetap di Nazareth (Mat 2: 22- 23; Luk 2 : 39. 51). Hal itu terjadi pada zaman raja Herodes (Mat 2: 1; Luk 1 : 5).
Semua peristiwa itu menceritakan kelahiran Yesus yang serba istimewa, mulai saat Ia dikandung oleh Perawan Maria. Peristiwa sesudah kelahiran-Nya dalam injil Lukas tidak lain daripada yang lazim terjadi dalam suatu keluarga Yahudi, dengan cirri-ciri tertentu yang menggarisbawahi misteri pribadi Yesus. Sebaliknya, kisah mengenai Sarjana dari Timur (Mat 2 : 1- 12) serta pengungsian ke Mesir dan pembunuhan di Betlehem (Mat 2: 13- 23) mau memperlihatkan bahwa Yesus itu cahaya para bangsa dan hamba Allah yang harus menderita untuk dank arena bangsa-Nya.

5.1.2        Warta Malaikat kepada Maria

Dengan singkat Lukas (Luk 2: 6-7) menceritakan peristiwa kelahiran Yesus :

“ Ketika mereka di situ (Betlehem), tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”

Kisah tentang kelahiran Yesus menekankan aspek kemiskinan-Nya sebagai anak orang miskin (bdk. Ayat 12 dan 16). Mengenai keagungan-Nya sebagai Anak Allah, Lukas bercerita dalam warta malaikat kepada Maria (Luk 1 : 26- 38). Kisah itu sebetulnya semacam kisah panggilan. Malaikat masuk, lalu terjadilah dialog dengan Maria dalam dua tahap. Tahap pertama adalah SAPAAN MALAIKAT : “ Engkau akan mengandung dan melahirkan”. Tahap kedua adalah JAWABAN MARIA : “ Bagaimana hal itu mungkin terjadi”.
Dalam warta pertama, yang menyatakan bahwa Maria akan menjadi ibu, juga dijelaskan bagaimana anaknya nanti :

“ Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yahudi sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan”.

Yesus disebut “besar” karena Ia akan menjadi Mesias yang dinanti-nantikan. Malaikat menyampaikan kepada Maria bahwa apa yang dijanjikan kepada Daud (2 Sam 7 : 13- 16; Yes 9 : 6) sekarang akan menjadi kenyataan. Maka “Anak Allah” juga masih harus diartikan sesuai dengan 2 Sam 7 : 14 sebagai “anak mas” Allah, yang dikasihi dan dirahmati.
Reaksi Maria atas sabda malaikat itu : “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami “. Jawab malaikat :

“ Roh Kudus akan turun atasmu, dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang kaulahirkan itu akan disebut Kudus, Anak Allah “.

Maria bertanya, “bagaimana hal itu mungkin terjadi “. Ini mustahil. Malaikat menjawab : “bagi Allah tidak ada yang mustahil” (ayat 37). Ini akan terjadi oleh kuasa Allah. Dengan perkataan lain : “Roh Kudus akan turun atasmu”. Roh Kudus sama dengan kuasa Allah. Sebab Anak itu akan lahir karena kuasa Allah, maka Ia juga akan menjadi “kudus” sebagai sifat Allah yang khas. Karena itu, “Anak Allah” tidak hanya berarti Mesias, tetapi juga Dia yang boleh mengambil bagian dalam kekudusan Allah sendiri.
Kisah ini menceritakan sejarah kelahiran Yesus bahwa Ia menjadi manusia oleh Roh Kudus dari perawan Maria. Ini berarti, Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria. Yang dimaksudkan di sini sudah jelas, bahwa Anak yang lahir dari Maria, bukan anak biasa, melainkan Anak Allah. Ini tidak berarti bahwa Maria melahirkan seorang anak biasa, yang kemudian dimasuki Firman Allah, tetapi anak yang lahir Maria itu, dari semula, artinya dari saat dikandung, sudah menjadi Anak Allah. Kata Anak Allah tidak saja berarti Mesias, penyelamat, tetapi juga Dia yang boleh mengambil bagian dalam kekudusan Allah sendiri.

5.1.3        Maria Perawan

Maria mengajukan keberatan karena ia “belum bersuami”. Malaikat menjawa “Roh Kudus akan turun atasmu”. Ini tidak berarti bahwa Roh Kudus akan menjadi suami Maria, tetapi bahwa kelahiran Yesus akan menjadi karya Allah. Lalu bagaimana dengan Maria yang tidak bersuami ? Menurut Syahadat, Yesus “dilahirkan oleh Perawan Maria”. Dasar pernyataan ini adalah kisah Lukas di atas, sedangkan penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam Mat 1 : 18- 25.
Keperawanan Maria harus diartikan secara teologis. Yusuf tidak dapat menjadi ayah Yesus, karena hanya Allah-lah yang menjadi ayah Yesus. Kata ayah tidak dapat dipakai dengan arti yang sama untuk Yusuf dan untuk Allah. Kalau Yusuf dikatakan ayah Yesus, itu mempunyai arti manusiawi saja. Sebaliknya, dengan menyatakan Allah sebagai Bapa Yesus, diungkapkan misteri kepribadian Yesus. Keperawanan Maria, baik dalam arti histories, maupun teologis, menyatakan bahwa Yesus bukan manusia biasa.

5.1.4        Ave Maria

Sebutan Bunda Allah dan Perawan untuk Maria sangat erat berhubungan satu dengan yang lain. Kedua sebutan itu mengungkapkan keluhuran Yesus, sekaligus kesucian Maria. Karena itu, gereja menyatakan bahwa Maria secara total bebas dari dosa dan karena itu juga dari bebas dari kehancuran maut. Ada 4 dogma atau pernyataan iman Gereja tentang Maria, yaitu :
a)      Maria adalah Bunda Allah: dinyatakan dalam Konsili Efesus th.431
b)     Maria adalah Perawan: diakui sejak abad ke-3 dan ditegaskan dalam Konsili Konstantinopel II th.553
c)      Maria terkandung tanpa noda: dinyatakan baru pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX.
d)     Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan badannya: dimaklumkan oleh Paus Pius XII tahun 1950.

Dasar dari ke-4 dogma ini adalah kebenaran iman bahwa Maria itu Bunda Allah. Hal ini ditegaskan oleh Konsili Vatikan II dalam Konstitusi “Lumen Gentium” artikel 53 : “ Bunda Putra Allah, maka putri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus”, dan sebagai Bunda Allah yang tersuci, pantas dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa (Konstitusi Lumen Gentium artikel 66). Keperawanan Maria tidak langsung berhubungan dengan panggilannya sebagai Bunda Allah. Konsili Vatikan II menghubungkannya dengan imannya : “ dalam iman dan ketaatan ia melahirkan Putra Bapa sendiri di dunia, dan itu tanpa mengenal pria, dalam naungan Roh Kudus, sebagai Hawa yang baru, karena percaya akan utusan Allah, dengan iman yang tak tercemar oleh kebimbangan (LG 63).
            Iman berarti penyerahan kepada Allah, dan penyerahan Maria yang total terungkap dalam keperawanannya. Dalam keperawanan Maria tampak bahwa Kristus dan kelahiran-Nya merupakan misteri iman. Oleh karena itu, Gereja menegaskan bahwa Maria itu “pola teladan Gereja yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih” (LG 53 dan 63).
            Keperawanan Maria berhubungan langsung baik dengan keperawanannya maupun dengan keibuannya. Maka, dalam Gereja “menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus” (LG 56). Keibuannya terjadi karena naungan Roh Kudus, yang adalah Roh Kesucian, dan Maria dengan sepenuhnya menyerahkan diri kepada karya Roh itu, dengan menjawab malaikat : “Jadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1 : 38). Iman akan Allah membuatnya suci secara total. Itu berarti “tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal” (LG 59).
            Maria adalah teladan iman, dasar pengharapan dan sumber cinta bagi Gereja. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II mendorong semua putra Gereja supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa Perawan, terutama yang bersifat liturgis. Juga supaya mereka sungguh menghargai praktek-praktek dan pengamalan bakti kepada Maria, yang di sepanjang zaman telah dianjurkan oleh pimpinan Gereja (LG 67).
            Devosi atau kebaktian kepada Maria yang paling pokok adalah doa Salam Maria yang pada dasarnya terdiri atas dua kutipan dari Kitab Suci, yaitu Luk 1 : 28 : “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu” dan Luk 1 : 42 : “Terpujilah Engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus”, ditambah dengan suatu doa permohonan : “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati… Amin”.
            Kebiasaan mendoakan dua ayat itu bersama sudah ada di dalam Gereja sejak abad ke-6. Tetapi, baru pada abad ke-16 doa itu mendapat bentuknya yang sekarang lazim di dalam Gereja. Sejak tahun 1318 juga sudah mulai ada kebiasaan mendoakan Angelus (doa Malaikat Tuhan) dengan lonceng yang dibunyikan tiga kali sehari dengan tujuan awalnya adalah untuk mendoakan perdamaian dunia.
Sejak tahun 1573, oleh Paus Gregorius XIII, pesta “Maria Ratu Rosario” dirayakan pada 7 Oktober. Karena itu, lama kelamaan seluruh bulan Oktober menjadi bulan rosario. Sejak tahun 1884, Paus Leo XIII mengumumkan bahwa bulan Oktober menjadi bulan Rosario. Dalam Doa Rosario, doa Salam Maria didoakan 150 kali, yakni 15 kali 10 kali Salam Maria. Jumlah 150 berasal dari jumlah bab dalam kitab Mazmur. Mereka yang tidak dapat mendoakan 150 mazmur (karena tidak bisa membaca) diberi kesempatan mendoakan doa Salam Maria 150 kali. Sejak abad ke-13, khususnya karena kerasulan Ordo Dominikan, timbul kebiasaan merenungkan peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus sambil mendoakan rosario. Sejak abad ke-16, devosi bulan Mei semakin dipropagandakan, khususnya oleh Pater-Pater ordi Yesuit, dan mulai abad ke-19 menjadi kebiasaan umum di seluruh Gereja.

TABEL PESTA LITURGIS YANG BERKAITAN DENGAN ST. MARIA


TANGGAL/ BULAN

NAMA PESTA/ HARI RAYA

1 Januari
Santa Perawan Bunda Allah
2 Pebuari
Yesus dipersembahkan di Kenisah
11 Pebuari
Bunda Maria di Lourdes
25 Maret
Kabar Sukacita kepada Maria
31 Mei
Maria Mengunjungi Elisabet
Sabtu ketiga sesudah Pentekosta
Hati Maria Tak Bernoda
16 Juli
Bunda Maria di Gunung Karmel
5 Agustus
Pemberkatan Gereja  Basilika St. Maria
15 Agustus
Bunda Maria diangkat ke Surga
22 Agustus
Maria Ratu
8 September
Kelahiran Santa Perawan Maria
15 September
Maria Berdukacita
7 Oktober
Maria Ratu Rosario
21 Nopember
Maria dipersembahkan di Kenisah
8 Desember
Maria terkandung tanpa noda
Sumber : Buku Iman Katolik, halaman 233.

5.2    Yesus Memaklumkan Kerajaan Allah
5.2.1        Situasi Zaman Yesus
5.2.1.1              Latar Belakang Geografis

Secara geografis, Palestina dibagi dalam dua daerah yang sangat berbeda yaitu Yudea dan Galilea.
Yudea adalah daerah pegunungan yang terletak di sekitar Yerusalem dan Bait Allah. Lahan daerah ini gersang dan kering. Di Yudea dibudidayakan buah zaitun, sedangkan peternakan kambing dan domba merupakan kegiatan yang tersebar luas.
Galilea adalah daerah dengan bentangan lahan yang subur dan merupakan tanah luas untuk tanaman jagung dan peternakan besar. Galilea adalah daerah perdagangan, dan pedagang-pedagan asing mempunyai pengaruh besar. Hal ini menjadi salah satu ciri daerah Galilea, yaitu terkenal sebagai daerah dengan penduduk yang berdarah campuran dan karena sudah berbaur dengan orang-orang dari suku lain, maka Galilea dianggap tidak murni oleh bangsa Yahudi. Di sepanjang pantai dan danau terdapat nelayan. Danau Galilea merupakan salah satu sumber hidup bagi masyarakat.

5.2.1.2              Latar Belakang Politik

Masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain itu, ada juga kelas pemilik tanah yang kaya-raya dan kaum rohaniwan yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Kelompok-kelompok ini sering memihak penjajah, agar mereka tidak kehilangan hak istimewah dan nama baik di mata penjajah.
Roma secara tidak langsung mengendalikan kaum aristocrat setempat dan para tuan tanah. Selain itu, ada pejabat-pejabat yang menjadi perantara yang ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi dan pada umumnya mereka diambil dari kelompok Sanhedrin (Majelis Agung) yang bertugas untuk mengumpulkan pajak.  Dominasi militer sangat nampak dengan kehadiran tentara-tentara romawi di mana-mana.
Karena itu, kadang-kadang situasi yang menekan tidak tertahankan, sehingga timbul pemberontakan, tetapi selalu dapat dipadamkan. Itu sebabnya pengharapan akan datangnya tokoh pembebas selalu dinantikan.





5.2.1.3              Latar Belakang Ekonomi

Penduduk desa umumnya memiliki lahan-lahan kecil saja yang menghasilkan hasil pertanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para tuan tanah yang kaya raya yang tinggal di kota. Rakyat pada umumnya hanya menjadi penggarap dan peternak.
Di daerah kota, terdapat 3 struktur ekonomi, yaitu : kelompok pengrajin, kelompok yang bekerja di bidang konstruksi dalam rangka pembangunan Bait Allah dan istana-istana para pejabat romawi, serta kelompok para pedagang yang memiliki budak.
Sebagian besar penduduk Palestina adalah rakyat kecil yang keadaan ekonominya cukup parah, dan masih dibebankan dengan berbagai jenis pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk angkatan perang Romawi dan untuk kelompok penguasa local. Pajak dan pungutan itu biasanya mencapai 40 % dari penghasilan rakyat.

5.2.1.4              Latar Belakang Sosial

Masyarakat Palestina terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat kelompok social seperti tuan tanah, pengrajin, kaum buruh dan budah. Sementara di daerah perkotaan terdapat beberapa lapisan masyarakat seperti kaum aristocrat imam, kelas menengah bawah (para pengrajin, pejabat-pejabat rendah, awam) dan pada lapisan bawah terdapat kaum buruh.
Selain kelas-kelas itu, pada masyarakat Palestina waktu itu terdapat berbagai diskriminasi, antara lain :
Ø  Diskriminasi Rasial : yang dianggap orang Israel adalah keturunan Abraham asli. Mereka mendapat hak dan bagian dalam penyelamatan Mesias. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi di Galilea dihina karena mereka telah ternoda oleh perkawinan campur dengan pedagang-pedagang dari daerah lain yang adalah kafir.
Ø  Diskriminasi Seksual: Pada zaman Yesus, orang-orang Yahudi berpendapat bahwa nafsu seksual tidak dapat dikendalikan dan oleh karena itu mereka berusaha melindungi wanita dan kesusilaan dengan mengucilkan kaum perempuan. Mereka dilarang ikut serta dalam kehidupan bermasyarakat dan hanya tinggal di rumah saja. Dalam kehidupan keagamaan, mereka diklasifikasikan setara dengan budak dan anak-anak. Mereka dianggap sebagai saksi yang tidak dapat dipercayai dan tidak bisa menunjukkan bukti di depan pengadilan. Berbicara dengan wanita di jalan dianggap tidak pantas.
Ø  Diskriminasi dalam Pekerjaan: Sejumlah pedagang seperti pemilik toko dan para dokter selalu dianggap selalu tidak jujur, dan dicurigai bertindak  asusila karena terlibat kontak dengan wanita.
Ø  Diskriminasi terhadap anak-anak: Anak-anak diklasifikasikan sama dengan orang kafir, budak wanita, orang lumpuh, buta, sakit, cacat dan orang jompo. Karena itulah, tidak heran kalau dalam Kitab Suci ada kisah yang menceritakan bagaimana para murid mencaci-maki orang-orang tua yang membawa anak-anak mereka untuk mendapat berkat Yesus.
Ø  Diskriminasi terhadap Orang Menderita: Mereka ini adalah penderita kusta, orang-orang sakit, dan orang-orang yang kesurupan. Mereka dikucilkan karena dinilai mendapat kutukan dari Yahwe dalam bentuk penderitaan.

5.2.1.5              Latar Belakang Religius

Ketaatan terhadap setiap detail hukum adalah persyaratan untuk menjadi rakyat Tuhan. Fungsi religius  akhirnya melampaui jangkauan kehidupan beragama. Bait Allah yang merupakan lambang kehadiran Tuhan akhirnya dikuasai oleh kekuasaan politik dan ekonomi.

5.2.2        Inti Pewartaan Yesus : Kerajaan Allah

Tema pokok pewartaan Yesus adalah Kerajaan Allah. Ciri khas pewartaan Yesus adalah bahwa kedatangan Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan akan terjadi dengan segera. Yesus menegaskan bahwa kerajaan Allah sudah dekat, sudah di ambang pintu, tidak akan ditunda-tunda lagi. Walaupun pewartaan Kerajaan Allah sudah ada sebelum Yesus yang disampaikan oleh para nabi, tetapi bagi Yesus pewartaan Kerajaan Allah mempunyai arti yang khusus. Karena yang dimaksudkan Yesus dengan Kerajaan Allah adalah Sabda dan KaryaNya sendiri.
Pewartaan Kerajaan adalah pewartaan kerahiman Allah dank arena itu merupakan warta pengharapan. Kerajaan Allah berarti turun tangan Allah untuk menyelamatkan, untuk membebaskan dunia secara total dari kuasa kejahatan. Pewartaan Yesus bukan lagi janji-janji, melainkan bahwa dalam diri Yesus Allah telah datang (Luk. 11:20 dst.).
Kerajaan Allah sudah dekat. Kata dekat tidak diartikan secara temporal, melainkan secara personal: Allah sendiri yang dekat dengan manusia, yaitu dalam diri Yesus. Karena itu, pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia. Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik Kerapkali Yesus merumuskan ajaranNya mengenai Kerajaan dalam bentuk perumpamaan. Dengan demikian, ditekankan bahwa Kerajaan Allah dan kedatanganNya adalah misteri bagi manusia.
Dalam pewartaanNya, Yesus menyampaikan Sabda Bahagia. Sabda itu menyatakan sebagai berbahagia bukan orang-orang saleh melainkan orang miskin,orang lapar, dan orang-orang yang menangis. Dengan demikian, Yesus memaklumkan suatu revolusi yang membalikkan kebiasaan waktu itu yang lebih berpihak kepada penjajah dan kelompok-kelompok tertentu saja. Yang berbahagia menurut Yesus adalah mereka yang menerima Allah sebagai satu-satunya raja mereka, dan melepaskan hal-hal duniawi seperti harta dan kehormatan. Dengan Sabda BahagiaNya, Yesus mau mengatakan bahwa kekayaan dan kekuatan kita hanya terletak pada Allah.
Yesus bukan saja berbicara tentang Kerajaan Allah, tetapi Ia juga memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah itu dengan tindakan-tindakanNya, seperti :
  • Yesus mengadakan mukjizat-mukjizat: dengan mukjizat mau ditegaskan bahwa Yesus tidak saja mewartakan khabar gembira, tetapi mau mengatakan juga bahwa Ia sendirilah Khabar Gembira itu.
  • Yesus bergaul dengan semua orang: Ia bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan kelompok marginal, seperti dengan para pegawai pajak yang dianggap pemeras dank arena itu dinilai orang berdosa, dengan wanita yang dinilai masyarakat sebagai sumber asusila, dll.
  • Yesus membebaskan manusia dari beban hukum: Yesus memaklumkan bahwa maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan manusia dari segala sesuatu yang menghalangi manusia berbuat baik. Orang yang tidak peduli dengan maksud dan tujuan suatu hukum, asal saja huruf hukum ditepati, akan bersikap legalistis, berarti pemenuhan hukum yang dilakukan secara harafiah lebih ditekankan. Sebagai contoh penerapan hukum Sabat.  Hukum Sabat adalah kurnia Allah demi kesejahteraan manusia. Tetapi, pada zaman Yesus, para penguasa waktu itu menambah pada hukum sabat itu beberapa larangan seperti dilarang melakukan kegiatan apa pun pada hari sabat. Karena itu, hukum ini semakin menjadi beban dan bukan lagi menjadi bantuan bagi manusia guna mencapai kepenuhan hidup. Maka Yesus mengajukan protes. Ia mempertahankan maksud asli Allah dengan adanya Hukum Sabat itu. Yang dikritik Yesus bukanlah hukum Sabat sebagai pernyataan kehendak Allah, melainkan cara hukum itu ditafsirkan dan diterapkan. Menurut Yesus, cara unggul mempergunakan hari Sabat adalah menolong sesame (Mrk. 3:1-5)
  • Yesus Memanggil Pengikut-PengikutNya: Secara histories dapat dipastikan bahwa lama-kelamaan banyak orang yang mengikuti Yesus sebagai murid. Dengan demikian pemerintahan Allah mulai mendapat bentuk di antara manusia. Di mana Yesus muncul, Ia meninggalkan pengikut yang bersama keluarga mereka menantikan pemerintahan Allah dan menerima Yesus serta utusan-utusanNya. Mereka terdapat di seluruh negeri Palestina, terutama Galilea, tetapi juga di Yudea, misalnya Betania (Mrk. 5:19-20). Sekelompok murid mengikuti Yesus dalam perjalananNya. Yang termasuk dalam kelompok teman seperjalanan itu yaitu orang seprerti Lewi, anak Alfeus (Mrk. 2:14), Yusuf yang disebut Barsabas, Matias, dan juga wanita-wanita (Luk. 8:1-3; Mrk. 15:40-41). Di antara para murid itu terdapat sekelompok inti yaitu kedua belas rasul. Secara singkat dapat dikatakan bahwa orang-orang yang menjadi pengikut Yesus pada waktu itu dikelompokkan atas 3 kelompok, yaitu:
*      Orang-orang yang percaya kepada Yesus, yang pada umumnya tersebar di seluruh negeri bersama keluarga mereka
*      Para murid yang menyertai Yesus dalam perjalanan
*      Kedua belas rasul yang dapat disebut sebagai kelompok inti.
Para pengikut Yesus ini menerima pemerintahan Allah. Mereka ini disebut sebagai umat Allah yang baru, yaitu suatu umat manusia yang berasal dari Yesus.

5.2.3        Yesus : Kematian dan KebangkitanNya
5.2.3.1              Mengapa Yesus dihukum Mati

Yesus disalibkan sebagai seorang pemberontak, padahal Yesus tidak pernah mencita-citakan kekuasaan politik yang bersifat duniawi. Maka perlu dipertanyakan bagaimana mungkin Yesus dihukum mati sebagai tahanan politik ?
Dalam Injil Matius 26:3-4 dikatakan “pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di Istana Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia”. Lalu, bagaimana Yesus dapat dihukum mati atas tuduhan politik, kalau Ia sendiri menolak segala kehormatan dan kegiatan politik ? Jawabannya terdapat dalam pertanyaan imam agung : “Apakah Engkau Mesias?” (Mat.26:63, dst). Mesias artinya raja Israel. Gelar Mesias ini mempunyai arti ganda, yaitu arti keagamaan dan arti politik.
Karena itu, secara singkat dapatlah dikatakan kalau Yesus menjadi kurban kebencian dan permusuhan para pemimpin agama Yahudi. Yesus  disingkirkan atas nama Hukum Allah. Pembunuhan terhadap Yesus adalah pembunuhan keagamaan. Yesus dihukum mati karena pewartaan Yesus dianggap berbahaya bagi kedudukan dan kuasa para pemimpin agama.

5.2.3.2              Makna Kematian Yesus

Ada 4 (empat) peristiwa besar yang termasuk dalam kisah sengsara Yesus, yaitu peristiwa kematian, pemakaman, kebangkitan dan penampakan Yesus.
Kematian dan kebangkitan menyatakan bahwa di dalam Yesus karya keselamatan Allah terlaksana. Sementara peristiwa pemakaman dan penampakan menjadi tanda bagi manusia. Pemakaman menjadi tanda kematian, dan penampakan menjadi tanda kebangkitan.
Solidaritas Kristus dengan manusia memang nampak dalam peristiwa kematian, tetapi peristiwa kematian itu tertuju kepada suatu kehidupan baru. Sebab “walaupun mengambil rupa seorang hamba, dan secara lahiriah kelihatan seperti manusia” yang lain (Flp. 2:7-8), namun Ia “tidak mengenal dosa” (2 Kor. 5:21). KesamaanNya dengan manusia tidak mengganggu hubunganNya yang serba istimewa dengan Allah. Allah membangkitkan Dia, dan bersama Dia juga Allah menerima mereka yang sudah menjadi saudaraNya. Dan karena Kristus telah menjadi Saudara kita dalam kematian, maka kita pun diterima Allah dalam kebangkitan. “Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal dunia” (I Kor.15:20; Rm. 8:29)

5.2.3.3              Kebangkitan dan Penampakan

Pada hari yang ketiga Yesus bangkit dari antara orang mati. Yang mau dikatakan di sini adalah bahwa Kristus sungguh bangkit dari alam maut. Kristus sungguh-sungguh mati. Tidak dibedakan antara kemanusiaanNya yang mati dan keallahanNya yang tetap hidup. Kebangkitan berarti kemenangan atas maut dan atas seluruh dunia maut. Dengan kebangkitanNya, Yesus masuk dalam kemuliaan BapaNya.
Fakta kebangkitan lain sama sekali dari fakta kematian Yesus. Perbedaannya adalah bahwa tidak ada orang yang melihat kebangkitan Yesus. Yang dilihat Cuma penampakan dan makam kosong. Dalam penampakan dilihat Yesus yang sudah bangkit, sudah dimuliakan. Dan dalam kisah-kisah penampakan jelaslah bahwa inisiatif selalu datang dari Yesus sendiri (Ia menampakkan diri) dan bagi para murid penampakan selalu dialami sebagai mengenal kembali (Yoh.21; 12).
Pengalaman akan kebangkitan merupakan suatu pengalaman baru. Pengakuan akan kebangkitan justru berarti bahwa bagi mereka perjumpaan dengan Tuhan yang mulian lain dari pada pertemuan dengan Yesus waktu berjalan bersama mereka di Palestina. Penampakan merupakan pewahyuan dari Allah, bahwa Yesus yang di dunia ini dialami telah mati, ternyata di dalam Allah Dia hidup. Ketika manusia berkata bahwa Yesus mati, pada waktu itu Allah menyatakan bahwa Ia hidup. Yesus hidup dengan hidup dari Allah sendiri.
Allah tidak hanya mewahyukan bahwa Yesus hidup. Hidup Kristus yang mulia mempunyai arti keselamatan bagi manusia. Inilah isi pokok pewahyuan Allah dan iman para murid. Dengan kebangkitan menjadi jelaslah bahwa Yesus diterima Allah. Dengan kebangkitanNya menjadi jelas bahwa Yesus bukan pendosa, dan k arena itu wafatNya pun bukanlah suatu hukuman karena dosa.
Kebangkitan Kristus tidak hanya menjadi dasar dan awal iman Kristen. Tetapi, peristiwa Paskah merupakan suatu perayaan karya keselamatan, dan di dalam Gereja peristiwa itu dinyatakan terutama dengan lilin Paskah dan sakramen Baptis.

5.3    Peristiwa-Peristiwa yang Menyatakan Keistimewahan Yesus
5.3.1        Yesus Pembawa Berita Gembira

Yesus mewartakan kabar gembira mengenai Kerajaan Allah. Ia juga mulai dengan menyatakan kalau Kerajaan Allah itu dekat dengan manusia : “Jika aku mengusir setan dengan kuasa Roh, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat. 12: 28).
Mukjizat Yesus adalah pewartaan nyata bahwa Kerajaan Allah telah dating. Mukjizat itu adalah tanda Kerajaan Allah, bukan bukti yang harus mendasari wibawa Yesus. Kerajaan Allah berarti turun tangan Allah, bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan. Maka, dalam mukjizat Yesus, khususnya dalam mukjizat penyembuhan, kasih dan perhatian Allah itu ternyatakan.
Yesus bersikap optimis dan menafsirkan tanda-tanda zaman sebagai tanda kedatangan Kerajaan Allah. Yesus percaya akan kedatangan Kerajaan Allah,  Ia percaya akan Allah yang dating untuk menyelamatkan. Allah yang diimani Yesus ialah Bapa yang memiliki bela rasa (Luk. 15:11-20). Karena itu, Yesus mengajak semua orang supaya percaya akan kebaikan Allah, untuk beriman dan berbela rasa.

5.3.2        Penyerahan kepada Bapa

Salah satu keistimewahan Yesus adalah penyerahan diriNya kepada Bapa pada saat Ia digantung di salib dan menjelang wafatNya.  Dalam Luk.23:46 “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”. Inilah penyerahan diri yang total. Di salib Yesus tetap mempertahankan kesatuanNya dengan Allah dan taat kepada tugas yang diberikan kepadaNya sampai selesai. Dalam saat yang mencekam itu, Ia memperlihatkan pokok kehidupanNya, yaitu penyerahan total kepada Allah.

5.3.3        Menyapa Allah sebagai Abba

Hubungan istimewa Yesus dengan Allah terungkap antara lain dengan sebutan Abba, yang berarti Bapa tercinta. Kata ini menyatakan adanya hubungan yang istimewa dan terungkap suatu relasi kekeluargaan.
Dalam rangka pewartaan Kerajaan Allah, Yesus itu wakil Allah. Yesus tampil sebagai pengantara antara Allah dan manusia. Ia terlibat secara pribadi dalam kedatangan Allah di dunia.

5.3.4        Kebangkitan

Kebangkitan tidak hanya berarti bahwa Allah melepaskan Dia dari sengsara maut (Kis. 2:24). Dengan kebangkitan Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama (Flp. 2:9). Nama itu merupakan gelar kehormatan dan mengungkapkan kebesaran dan keluhuran Yesus yang mulia.
Gelar Kyrios adalah khas Yunani (yang berarti Tuan yang mulia atau Yang dipertuan-agungkan). Selain itu, dipakai juga gelar yang lain untuk Yesus, yang berasal dari kalangan Yahudi, yaitu khristos. Dalam bahasa Yunani, khristos mau menterjemahkan sebuah gelar Yahudi, yaitu MaSYiaKH (Ibrani) atau MeSYiHa (Aram). Secara harafiah kata ini berarti yang diurapi dan dipakai sebagai gelar untuk raja dan imam, sebab di kalangan Yahudi orang dilantik sebagai imam dan raja dengan upacara pengurapan. Tetapi, pada zaman Yesus, sudah tidak ada lagi raja, sebab bangsa Yahudi dijajah oleh orang Roma, dan Herodes bukanlah raja Yahudi yang sah. Karena itulah, bangsa Yahudi mengharapkan munculnya raja, raja yang ideal.
Dengan demikian, pada saat Yesus muncul dan melakukan banyak mukjizat, orang Yahudi lalu berpengharapan besar pada Yesus sebagai raja idel yang dinanti-nantikan.

5.3.5        Menyebut Diri-Nya Utusan Allah

Mengakui Yesus sebagai “Anak Allah” berarti mengakui Dia sebagai utusan Allah dalam arti penuh. Yang paling mengesankan dari diri Yesus adalah kebebasanNya. Ia tidak tergantung kepada siapa pun. Pegangan hidup Yesus bukanlah adapt-istiadat atau ajaran tradisional agama, melainkan kesatuan pribadiNya dengan Allah.

5.3.6        Disebut Anak Allah yang Mahatinggi

Yesus disebut Anak Allah karena Dia menghubungkan kita dengan Allah, karena menjadi pengantara antara Allah dan manusia. Dengan nama Anak Allah dinyatakan bahwa Yesus yang mulia, yang bangkit dari antara orang mati, merupakan titik temu kita dengan Allah.

5.4    Roh Kudus
5.4.1        Roh Penolong dan Karya-Nya

Kepada umat yang berkumpul pada hari Pentekosta, Petrus berkata “Sesudah Yesus ditinggikan oleh tangan kanan Allah, dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan, maka dicurahkanNya sebagaimana kamu lihat dan dengan di sini” (Kis. 2:33).
Pada perjamuan terakhir Yesus menjanjikan Roh itu sampai lima kali. Roh itu akan meneruskan karyaNya sendiri (Yph.14: 16-17. 25-26; 15: 26-27; 16: 7-11. 12-15). Roh Kudus yang adalah Penolong itu akan membantu para rasul dalam karya perutusan mereka. Dia adalah Roh Yesus sendiri, yang tinggal bersama mereka, ia mengajarkan, bersaksi dan memuliakan. Ia meneguhkan wahyu Yesus yang sudah diterima oleh para murid.
Kehadiran Roh berarti kehadiran Yesus yang mulia di dalam Gereja. Roh itu turun ke atas semua orang yang percaya (Kis.2:1). Orang-orang itu kemudian berbicara kepada “orang-orang Yahudi dari segala bangsa di bawah kolong langit” (Kis. 2:5), dan ditekankan bahwa semua orang itu mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri” (Kis. 2: 11). Di sini mukjizat bahasa ditonjolkan. St. Paulus juga menyebut karunia berkata-kata dengan bahasa-bahasa sebagai anugerah khusus dari Roh Kudus (1 Kor. 12:10. 28; 14: 2, dst).
Seluruh kehidupan jemaat perdana ditandai oleh karya Roh (Kis. 6-8). Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh Kudus sendiri tidak kelihatan dan juga jarang dibicarakan. Yang dikenal adalah pengaruhNya, akibat karyaNya. Roh Kudus adalah Roh Iman (2 Kor. 4:13; 1 Kor. 12:9), yang menggerakkan orang supaya bertobat kepada Yesus. Karena Roh kita dapat menerima Sabda Allah. Roh yang sama juga menggerakkan para pewarta.
Karunia Roh merupakan awal kehidupan rohani yang makin berkembang ke arah kesamaan denga Kristus yang mencapai puncaknya dalam kebangkitan badan. Oleh kekuatan Roh Kudus kita berlimpah-limpah dalam pengharapan. Karena itu, karya Roh tidak lain daripada apa yang disebut sebagai rahmat. Rahmat atau kasih karunia berarti kasih Allah kepada manusia yang tanpa jasa, tanpa hak, menerima kasih itu. Oleh kasih Allah itu manusia diajak dan dimampukan untuk mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri. Karena kasih Allah itu, manusia makin menyadari ketidakpantasannya dan sekaligus berani membuka diri untuk kebaikan dan kekudusan Allah.
Rahmat berarti bahwa kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita; mengakui bahwa Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:16), dan bahwa kasih Allah itu telah dicurahkan kepada kita (Rm. 5:5). Kasih itu disebut Rahmat karena merupakan pemberian diri Allah yang bebas dan berdaulat.
Rahmat berarti kasih pribadi Allah bagi seorang manusia. Dengan sewajarnya itu disebut rahmat atau kerahiman karena dari pihak manusia tidak ada apa-apa yang dapat dipandang sebagai dasar atau hak atas kasih Allah itu. Rahmat adalah misteri kasih pribadi Allah yang mengatasi segala pikiran dan angan-angan manusia.
Roh Kudus adalah Rahmat tak tercipta. Roh Kudus itu Roh Allah yang diberikan kepada kita. Kehadiran Roh mengubah kita menjadi anak Allah, maka Roh itu adalah sumber rahmat dan disebut rahmat dasar.

5.4.2        Pengalaman akan Roh

Roh Kudus itu Roh Allah. Ia tak tercipta. Tetapi, hasil karya Roh yang disebut Rahmat adalah kenyataan hidup manusia. Lalu, sejauh mana manusia dapat merasakan atau mengalami rahmat itu ?. Jawaban atas pertanyaan ini berbeda-beda. Ada yang menekankan perbedaan antara rahmat dan hidup manusia yang biasa, sehingga bagi mereka pengalaman akan rahmat itu dianggap tidak mungkin.
Dewasa ini rahmat dilihat sebagai sentuhan manusia oleh Roh. Maka, pengalaman akan rahmat itu dialami di dalam pengalaman hidup manusia. Namun, pengalaman rahmat ini juga bukan pengalaman biasa, sebab rahmat itu adalah sentuhan oleh Roh Allah, yang tak tercipta. Rahmat adalah Allah sendiri, yang menghubungi manusia, tetapi manusia tidak dapat menjangkau Allah. Namun, Allah memberikan diri kepada manusia dalam suatu pertemuan pribadi, maka Ia juga dapat dikenal dan dicintai oleh manusia. Untuk itu, perlu suatu pengalaman akan Allah, khususnya akan Roh Allah.
Yang dialami oleh manusia sebetulnya bukan Allah sendiri atau RohNya, melainkan kebahagiaan yang dianugerahkan oleh Allah. Karena itu, di dunia ini, pengalaman itu senantiasa kurang sempurna, karena kebahagiaan belum mencapai kesempurnaannya.  Yang sebenarnya dialami oleh manusia adalah kerinduannya akan Allah dan juga kenyataan pertemuan dengan Allah, yang merupakan pemenuhan diri manusia oleh Roh Allah. Allah serta Roh-Nya tetap merupakan misteri, yang tidak mungkin dijangkau oleh manusia. Oleh wahyu dan iman manusia dimampukan untuk menghayati pertemuan dengan Allah secara pribadi.
Rahmat juga dapat dialami dalam aneka ragam kegiatan keagamaan. Yang dimaksud bukan hanya sakramen, melainkan juga segala ajaran dan pewartaan Gereja mengenai Allah dan segala kegiatan gereja lainnya. Semuanya itu adalah tanda yang memungkinkan manusia menghayati pertemuan dengan Allah dengan lebih sadar dan lebih hidup.

5.4.3        Pembaharuan Kharismatik

Pembaruan Kharismatik mempunyai hubungan langsung dengan soal pengalaman rahmat atau pengalaman Roh. Lebih khusus hal ini berhubungan dengan Baptis dalam Roh, yang sekarang biasa disebut Pencurahan Roh (Kis. 1:5).
Dalam hubungan dengan pembaruan kharismatik ini, maka dapat dibedakan 3 (tiga) gerakan kharismatik, yaitu gerakan pentekosta, gerakan kharismatik dan gerakan pembaruan yang bersifat kharismatik.
Gerakan Pentekosta, dimulai oleh Charles F. Parham bersama beberapa mahasiswa di Kansas pada tahun 1901. Gerakan ini disebut juga gerakan kesucian (holiness movement) oleh John Wesley. Ajaran John Wesley ini bercorak protestan yang membedakan hidup manusia atas 2 tahap, yaitu tahap pembenaran, di mana orang sudah diterima oleh Allah, meski ia belum baik, dan tahap pengudusan, di mana karena rahmat Allah orang itu menjadi orang suci. Dalam gerakan kesucian ini, orang mencari pengalaman pertobatan mendalam  yang kemudian disebut Baptis dalam Roh yang dibedakan dari Baptis dengan air (sakramen inisiasi Kristen).
Gerakan Kharismatik, menekankan bahwa pengalaman baptis dalam Roh dihubungkan dengan charisma-kharisma, khususnya dengan bahasa Roh, yakni bahasa irasional yang seperti ucapan biasa, tetapi diucapkan untuk mengungkapkan kasih dan devosi kepada Allah.
Gerakan ketiga disebut Gerakan Pembaruan Kharismatik, di kalangan Gereja Protestan dan Gereja Katolik. Pembaruan Kharismatik Katolik dimulai pada tahun 1967 dan pada 30 Nopember 1990, Takhta Suci mengakui Persaudaraan Katolik Jemaat dan Kumpulan Persekutuan Kharismatik (The Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities and Fellowships) sebagai kumpulan orang beriman Kristen Katolik yang resmi. Pada 14 September 1993, Kongregasi Kepausan untuk Kaum Awam juga mengakui ICCRS (International Catholic Charismatic Renewal Services) yang berkedudukan di Roma, sebagai badan untuk memajukan Pembaruan Kharismatik Katolik.
Konsili Vatikan II sudah mengemukakan ajaran tentang charisma-kharisma itu yang meski tidak seluruhnya sama dengan anugerah Roh, yang disebut Rahmat ;

“Kharisma-kharisma itu, entah  yang amat mencolok, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan gereja; maka hendaklah diterima dengan rasa syukur dan gembira. Namun, kurnia-kurnia yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan dari padanya untuk karya kerasulan. Adapun keputusan tentang tulennya charisma-kharisma itu, begitu pula tentang pengalamannya secara teratur, termasuk wewenang mereka yang bertugas memimpin dalam gereja” (LG. 12 )

Yang pokok dari charisma-kharisma bukanlah pengalaman yang luar biasa, melainkan pertemuan dengan Tuhan yang lebih mendalam, pengenalan akan Kristus yang sungguh berarti suatu hubungan pribadi yang membahagiakan. Dalam setiap kelompok kharismatik, selain perhatian terhadap charisma-kharisma menjadi penekanan, tetapi juga doa-pujian dan kesaksian harus diperhatikan.












[1] R. Hardawiryana, Dokumen Konsili Vatikan II, Dokumen dan Penerangan KWI, Jakarta : Obor, 1993, pp. 156-158
[2] Ibid., p. 231
[3] Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme- Bukan Sosialisme, Yogyakarta : Kanisius, 2003, pp. 142-145
[4] Ibid., p. 147
[5] Konferensi Wali Gereja Indonesia, Op. Cit., p. 232
[6] C. Groenen , Mariologi, Teologi dan Devosi, Yogyakarta : Kanisius, 1988, pp. 13 – 16.
[7] Ibid., p. 13
[8] Surat Galatia merupakan dokumen Perjanjian Baru yang paling tua. Menurut para ahli, Paulus menulis Surat ini sebelum tahun 49, setelah perjalanan misionernya yang pertama. Ada juga yang berpendapat bahwa Surat ini ditulis pada tahun 53/ 54 atau 56/ 57 setelah perjalanan misionernya yang kedua.
[9] Guido Tisera, Maria menurut Kitab Suci, dalam Pastoralia, Seri XIV/ 2/ 1988. Maumere : STFK Ledalero, 1988, p. 16
[10] Ibid., pp. 23 – 24.
[11] Dari sekitar 152 teks tentang Maria dalam Perjanjian Baru, 90 teks ada dalam Lukas, baik itu dalam Injil maupun dalam Kisah Para Rasul.
[12] Maria dalam seluruh injil Yohanes tidak pernah disebut dengan namanya. Yang selalu disebut adalah Ibu Yesus.
[13] Term keperawanan bisa digunakan dalam pelbagai arti, misalnya wanita yang tidak kawin, atau seseorang yang belum atau tidak melakukan hubungan seksual, atau juga dikenakan pada barang yang belum dipakai. Keperawanan atau keadaan perawan dapat bersifat internal, dapat juga bersifat eksternal. Keperawanan internal merupakan suatu kebajikan untuk menghindar dari semua kenikmatan seksual. Sedangkan keperawanan eksternal atau jasmaniah merupakan keadaan alamiah/ fisik di mana tidak terdapat kontak seksual, atau tindakan yang menyebabkan pecahnya selaput dara.
[14] George Kirchberger, Dogma-Dogma tentang Maria, dalam Maria, Seri Pastoralia, Seri XIV/ 2/ 1988, Maumere : STFK Ledalero, 1988, p. 81.
[15] Guido Tisera, ”Devosi- Devosi Maria dalam Gereja”, dalam Pastoralia Seri XIV/2, Ende : Nusa Indah, 1998, pp. 132- 133.
[16] C. Groenen,  Mariologi: Teologi  dan  Devosi,  Yogyakarta: Kanisius,  1988,  pp. 157- 167.
[17] Ibid., p. 168.
[18] A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1987, p. 79.
[19] Ibid., pp. 80-81
[20] C. Groenen, Op. Cit., pp. 168- 187.
[21] Ibid., pp. 189-190
[22] Bernard Boli Ujan, Doa Rosario, Ende: Nusa Indah, 2005, pp. 44- 45.
[23] Dokumen dan Penerangan KWI (ed.) terjemaham R. Hardawiryana, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta : Obor, 1993, pp. 156-158.
[24] Ibid., p. 159.
[25] Publikasi Redemptoris, Kisah Mengenai Devosi terjemahan Hendrik Berybe, Jakarta: Obor, 2000, pp. 8- 10.
[26] Benidiktus Widwiatmono, “Il Grande Paus Paulus II”, Mingguan Hidup, No. 42, 19 Oktober 2003, hal. 50.
[27] Vinsen Sumardi, Relevansi Pembaktian Diri kepada Yesus Melalui Maria Menurut Montfort,  Bandung: SMM, 2004, pp. 33- 35.
[28] Louise Marie Grignion de Montfort, Bakti Sejati kepada Maria terjemahan R. Isak Doera,  Bandung: SMM, 2000, pp. 161- 170.
[29] Ibid., pp. 174- 180.
[30] Henri Nouwen, Dari Budi Turun ke Hati, Yogyakarta : Kanisius, 1998, pp. 46-50.